Asal muasal Desa Kebonharjo Kecamatan Patebon kabupaten Kendal tidak lepas dari beberapa babat / cerita dari berbagai nama – nama tempat atau disebut dukuh diwilayah Patebon, Bodri, Babadan dan Karangpitu, pada masa Pemerintahan pajang (Pati) Pangeran Diponegoro dan Kerajaan Majapahit.
Asal Muasal Dukuh Patebon
Pada masa berdirinya Kadipaten Pati ada seorang Adipati bernama Tumenggung Pragolapati dan mempunyai istri bernama Gondosuli, dan mempunyai abdi kinasih yang bernama Raden Wongso Subo Binoto (Raden Binoto) beliau seorang tamtama perang yang tangguh, pemberani dan berbudi luhur serta punya daya linuih, sehingga sangat dikasihi oleh adipati Kadipaten pati yang subur dan gemah ripah lohjinawi yang menghasilkan berbagai macam tanaman rempah – rempah, maka seorang utusan bangsa Portugis datang ke Kadipaten Pati, adapun orang itu bernama Baron Sceber, mula – mula hubungan Baron dengan Adipati Pragolapati sangat erat dan leluasa masuk ke Kadipaten Pati dengan bebas. Dalam perjalanan waktu Baron mulai berselingkuh dengan istri sang Adipati hingga hamil dan melahirkan bayi kembar diberi nama Sirwendo dan Danuwendo.
Makasang Adipati Pragolapti marah terhadap Baron Sceber, sehingga terjadi permusuhan dan peperangan diantara keduanya, dalam peperangan tersebut baron tak dapat dibunuh karena kecerdasannya dalam menghadapi Adipati Pragolapati yang ampuh dan sakti dan mempunyai piandel sebuah keris, Baron Sceber memakai baju kere wojo, sehingga keris Adipati Pragolapati tidak dapat menembus dada baron, namun rahasia baron terbongkar oleh Raden Binoto dan akhirnya Baron menerima kekalahan dan tewas.
Selanjutnya putra kembar Baron sceber dengan Gandasuli diasuh oleh Raden Binoto, Sirwendo dan Danuwendo diberi pelajaran kanuragan dan cara menggunakan pusaka keris, pedang, tombak dan juga panah, tetapi setelah Sirwendo dan Danuwendo menginjak Dewasa apa yang dialami ibunya diceritakan oleh Raden binoto, setelah kedua anak tersebut mengerti siapa sebenarnya bapak mereka, sehingga Sirwendo dan Danuwendo merasa dendam dengan Raden Binoto.
Karena merasa malu dan kecewa terhadap Sirwendo dan Danurwendo, maka Raden Binoto meninggalkan Kadipaten Pati, ia pergi naik kuda berkelana kemana kaki melangkah. Sikembar anak tersebut mengetahui bila pamannya (Raden Binoto) pergi meninggalkan mereka, maka mereka mencari,lama kelamaan tempat peristirahatan Raden Binoto diketahui keduanya,maka Raden Binoto melarikan kudanya kedua anak tersebut tau bila Raden Binoto lari, mereka berteriak mengajak Raden Binoto supaya berhenti dan pulang ke Pati bersama meraka, Raden Binoto Tetap memacu kudanya semakin kencang.
Akhirnya kedua anak itu melepaskan anak pamah kearah samping kuda Raden Binoto dengan maksud supaya Raden Binoto mau berhenti, namun malang nasib Raden Binoto anak panah tersebut mengenai lambung kiri dan robek menyebabkan ususnya nampak dari luar, namun karena Raden Binoto yang sakti ia tetap lari dengan cepat.
Tetapi lukanyan sangat parah ia merasakan sakit dan mencari rumput untuk mengobati,rumput itu namanya rumput wowo yang sekarang menjadi nama dukuh di desa purwosari (wowo) dan melanjutkan perjalanannya, Sirwendo dan Danurwendo masih mengejar untuk memberikan pertolongan tetapi Raden Binoto menambah kecepatan sehingga terjatuh dan Sirwendo dan Danurwendo berhenti untuk memberikan pertolongan tapi Raden Binoto sudah menemui ajalnya, melihat kenyataan itu kedua anak itu meratapi karena teringat masa kecil di asuh oleh Raden Binoto, akhirnya mereka bersaksi dan berkata “Oh,dimas paman iki keno panahe awake dewe mulo yo ora kuat, soyo-soyo paman ngerti yen dioyak mulo olehe mlayu banjur dibanterake nganti tibo,mulo patibane paman sesuk yen ono rejene jaman tempat iki den arani PATEBON, makam Raden Binoto berada di pemakaman umum Desa Patebon Kauman. Selanjutnya karena perkembanagan teritorial wilayah, nama PATEBON dijadikan sebuah kecamatan yang meliputi 18 Desa.
Asal Muasal Dukuh Bodri
Menurut data yang ada Dukuh Bodri ± Tahun 1585 M, karena kejadiannya berhubungan erat dengan lengsernya Pangeran Benowo dari Kadipaten Pajang Panalon pada tahun 1582-1583, menurut catatan dari ex kerajaan Pajang yang pada waktu itu ada sebuah peristiwa terbunuhnya salah satu dari santri Pangeran Benowo, konon santri Pangeran Benowo ada tiga yaitu: Kyai Jebeng, Kyai Badri (Bodri) dan Kyai Atas Angin. Pangeran Benowo adalah putra Sultan Pajang atau Sultan Hadiwijoyo yang beristrikan Dewi Cempaka Putri Pangeran Trenggono.
Asal Muasal Dukuh Karangpitu
Dukuh Karangpitu ini diperkirakan terjadi tahun 1500M oleh seorang pertapa dari kerajaan Wilitekto/Malowapati. Pada waktu Prabu Brawijoyo runtuh akibat diserang Prabu Girinda Wardana, para abdi banyak yang loncat dari kerajaan. Maka ada seorang abdi dari Majapahit bernama Ki Solorogo ikut lari dari kerajaan kemudian mengembara mencari Putra Dalem Brawijaya V (Prabu Kartabumi) yang sudah dulu meninggalkan majapahit, ia adalah Pangeran Panggung.
Ki Selorogo kemudian bergegas pergi kearah barat sehingga tiba di daerah Kendal dan tersesat di suatu daerah. Maka sebelum ia meneruskan perjalanan iapun bersemedi agar mendapatkan petunjuk dari yang Maha Kuasa, didalam semedi Ki Selorogo mendapatkan bisikan agar bertapa dan menjalankan LAPITU artinya tujuh lelakon yang mengandung makna: 1. WATAK MATAHARI; 2. WATAK BULAN; 3. WATAK BINATANG; 4. WATAK ANGIN; 5. WATAK MENDUNG; 6. WATAK API; 7. WATAK AIR.
Yang semua itu didasari dengan watakbumi yang mempunyai sifat santosa bagaikan karang, suci, berbudi luhur serta mau memberi anugrah kepada siapa saja yang telah berjasa kepada nusa dan bangsa.
Akan tetapi pada waktu itu Ki Selorogo sedang bertapa ia tergoda oleh pusaka keris Kyai tunggul payung yang dibawanya dan akhirnya bertapanya gagal, maka masih terbayang lelaku pitu yang santosa bagaikan bumi/karang tersebut, akhirnya tempat pertapaannya diberi tetenger kelak kalau ada rejaning jaman tempat ini disebut KARANGPITU. Selanjutnya Ki Selorogo melanjutkan perjalanan mengikuti langkah kakinya.
Asal Muasal Babadan
Asal muasal nama babadan terjadi kurang lebih pada tahun 1450M, pada mulanya daerah itu terletak di tepi sungai bodri terletak persawahan, persawahan tersebut sering mendapat luapan sungai bodri yang pada waktu itu belum ada tanggulnya, lama kelamaan karena sering terendam air campur lumpur, daerah itu menjadi semakin tinggi dan ditumbuhi macam-macam tumbuhan seperti pohon glagah dan lain-lain.
Pada masa itu masih berupa semak blukar di daerah itu kedatangan Kyai Abdul Mughis (Kyai Moggis) yang sedang dalam perjalanan, adapun Kyai Abdul Mughis satu perguruan dengan Ki Selorogo (Ki Ageng Langenharjo), Kyai Mughis itulah yang akhirnya mwmbabat atau membuka perkampungan itu yang akhirnya diberi nama BABADAN.
Begitulah asal muasal nama-nama tempat yang akhirnya menjadi wilayah Desa Kebonharjo, adapun yang asal Desa Patebon setelah Lurah Mertojoyo dan patebon dijadikan Kecamatan, maka kesepakatan para sesepuh,para Alim dan masyarakat, maka diambilah nama Kebonharjo, maksudnya dari dulunya kebun-kebun yang sunyi senyap sekarang menjadi tempat yang ramai, adapun wilayah kebonharjo meliputi: Dukuh Patebon, Bodri, Babadan dan Karangpitu.
Lurah yang menjabatsetelah Ki Lurah Mertojoyo adalah lurah Pawiro, Lurah Sukardi dan tempat kelurahannya masih di babadan. Kemudian pindah ke Dukuh Bodri sebelah lapngan Kebonharjo pad masa Lurah Agus Sumali (tahun 1965-1989) dan antara tahun 1975-1980 ada perubahan tentang wilayah pemerintah desa. Adapun dusun/dukuh menjadi 7 dusun antar lain: Dusun Patebon Tegal, Patebon Kauman, Patebon Tempel ,Bodri, Babadan Kauman, Babadan dan Karangpitu.
Kemudian Agus Sumali digantikan oleh Zaenal Arifin (tahu 1989-1999), pada masa pemerintahan Zaenal Arifin ada penambahan Dusun / dukuh baru yaitu perumahan patebon Asri,Setelah masa jabatan Zaenal Arifin habis digantikan oleh Mohadi pada masa pemerintahan Mohadi ada perubahan-perubahan,diantaranya pembangunan Pasar Bodri Jaya,pemindahan balai Desa yang tadinya disebelah timur lapangan Kebonharjo pindah keselatan,tepatnya desebelah Pasar Bodri Jaya.
Tabel 1. Sejarah Pemerintah Desa
NAMA-NAMA DEMANG/LURAH/KEPALA DESA SEBELUM DAN SESUDAH BERDIRINYA DESA KEBONHARJO
1. Tidak diketahui -
2. Tidak diketahui Mertojoyo
3. Tidak diketahui Pawiro
4. 1940-1967 Sukardi
5. 1967-1989 Agus Sumali
6. 1989-1999 Zaenal Ariin
7. 1999-2007 Mohadi
8. 2007-2013 Hj. Endang Kustiawati
9. 2013-2019 Edi Lukman