Desa Sidodadi merupakan salah satu desa di Kecamatan Patean, Kabupaten Kendal, dengan luas wilayah 42 km². Pemanfaatan lahan terbagi atas: pemukiman 35,7%, hutan 28,5%, perkebunan 7,1%, dan sawah 2,2%. Desa ini terdiri dari 11 Rukun Warga (RW) yang tersebar di berbagai dusun.
Berdasarkan data terakhir, jumlah penduduk Desa Sidodadi mencapai 9.660 jiwa, terdiri dari 4.430 laki-laki dan 5.230 perempuan. Mayoritas penduduk bekerja di sektor pertanian dan perkebunan, dengan hasil produksi utama berupa padi (660 ton/tahun), jagung (1.200 ton/tahun), ubi kayu (50 ton/tahun), dan ubi jalar (15 ton/tahun).
Selain pertanian, sektor peternakan juga menjadi penopang ekonomi desa, dengan populasi ternak meliputi: sapi (130 ekor), kerbau (5 ekor), kambing (1.159 ekor), ayam kampung (9.300 ekor), ayam ras petelur (10.000 ekor), bebek (150 ekor), burung puyuh (100 ekor), dan angsa (35 ekor).
Desa Sidodadi juga memiliki potensi wisata alam yang terletak di Dusun Kalisuren, berupa bumi perkemahan dan rencana pengembangan area konservasi satwa liar, khususnya burung. Program ini akan dilengkapi dengan wahana outbound serta peningkatan standar bumi perkemahan agar layak menjadi destinasi wisata unggulan.
Di bidang sosial budaya, Desa Sidodadi memiliki tiga kelompok kesenian aktif, yaitu Krido Budoyo, Rukun Laras, dan Turonggo Aji. Selain itu, desa ini juga dikenal sebagai sentra penyedia bibit pertanian untuk wilayah Kecamatan Patean.
Sekitar awal tahun 1900-an, ketika Indonesia masih berada di bawah pemerintahan kolonial Hindia Belanda, wilayah yang kini kita kenal sebagai Desa Sidodadi hanyalah hutan lebat bernama Alas Waron. Hanya ada sedikit penduduk yang tinggal di tepian Sungai Bodri, di sebuah perkampungan kecil bernama Uripan Wetan. Seiring waktu, perkampungan ini tumbuh menjadi Dusun Rembes, Pakeman, Gemuh, dan Manggung.
Tak jauh dari sana, di kaki Gunung Waru, berdiri pemukiman lain bernama Uripan Kulon. Pemukiman ini kemudian berkembang menjadi Dusun Tembelang, Kalimargosari, Kalisuren, dan Ngampel. Dua wilayah ini hidup berdampingan, saling berinteraksi, dan perlahan menyatu dalam budaya, ekonomi, serta keagamaan.
Pada tahun 1918, para tokoh dari Uripan Wetan dan Uripan Kulon duduk bersama, sepakat untuk melebur menjadi satu desa. Mereka menginginkan sebuah identitas baru yang melambangkan harapan dan persatuan. Maka lahirlah Desa Sidodadi — sebuah nama yang berarti “akhirnya jadi”, mengabadikan perjalanan panjang hingga terwujudnya desa ini.
Awalnya, pusat pemerintahan berpindah-pindah mengikuti asal kepala desa. Namun sejak tahun 1973, di masa kepemimpinan Kepala Desa Sastro Ruwin, Balai Desa Sidodadi menetap di Dusun Kalisuren dan menjadi pusat aktivitas pemerintahan hingga kini.
Membangun Desa Sidodadi Berbasis Musyawarah
1. Menyelesaikan program pembangunan yang tertunda dan memastikan manfaatnya dirasakan semua warga.
2. Membangun infrastruktur yang tepat sasaran sesuai kebutuhan masyarakat.
3. Memberikan pelayanan publik yang cepat, tepat, dan ramah.
4. Meningkatkan kapasitas perangkat desa, lembaga, dan organisasi masyarakat.
5. Mengembangkan potensi ekonomi melalui UMKM dan BUMDes.
6. Mendorong kegiatan seni, budaya, olahraga, dan kepemudaan.
7. Meningkatkan mutu pendidikan formal dan keagamaan.
8. Menjaga kebersamaan, kerukunan, dan toleransi antarwarga.
9. Memberdayakan potensi desa demi kesejahteraan dan keamanan bersama.
Foto | Nama | Jabatan |
---|---|---|
![]() |
SUKOCO | KEPALA DESA |