Desa yang maju serta penduduk yang makmur merupakan cita-cita masyarakat secara umum. Dalam mewujudkan hal tersebut, maka perlu diketahui potensi-potensi desa yang dapat digali serta dikembangkan. Perkembangan kependudukan merupakan salah satu contoh potensi desa yang berkaitan erat dengan perubahan keadaan penduduk baik kuantitas maupun kualitas. Dengan mengetahui keadaan kuantitas maupun kualitas penduduk, maka akan lebih mudah dalam menentukan langkah menuju keberhasilan membangun masyarakat yang lebih maju. Masyarakat yang maju diharapkan dapat mendukung terwujudnya kesejahteraan bersama. Perkembangan kependudukan dapat berhasil jika pengelolaan dan penyajian data kependudukan berskala nasional atau daerah berjalan dengan baik. Data kependudukan yang diolah dengan baik dan sistematis akan menjadi informasi bagi pembangunan kependudukan. Selain data kependudukan, perlu diketahui potensi-potensi lain misalnya potensi budaya, kekayaan alam, sosial, agama, dan sebagainya yang menjadi ciri khusus suatu desa.
Data yang digunakan dalam penulisan Selayang pandang tentang profil desa ini bersumber dari data registrasi desa Sidomakmur semester I (Januari-Juni 2020). Dalam rangka penyajian data dan pemberian informasi terkait potensi desa dan data kependudukan, Pemerintah Desa Sidomakmur bersama segenap perangkat Desa tahun 2020 menyusun Buku Selayang Pandang tentang Profil Desa Sidomakmur, Kecamatan Kaliwungu Selatan, Kabupaten Kendal Tahun 2020. Buku ini disusun mengingat kebutuhan desa akan buku tersebut sangat penting untuk mendukung kelengkapan administrasi desa dan mendukung pembangunan Desa Sidomakmur, maka penyusunan Buku Selayang Pandang tentang Profil desa Sidomakmur ini diharapkan dapat terlaksana dengan baik dan dapat di perbaharui dalam periode yang berkala.
Pada Jaman Penjajahan Belanda, Desa dikenal dengan sebutan Volkgemeinschappen atau kesatuan masyarakat yang hidup bersama secara mandiri. Pada saat itu wilayah yang saat ini menjadi Desa Sidomakmur dikenal dengan sebutan Desa Pongangan dengan Kepala Desa dijabat oleh seorang Demang yaitu Kentol Sarpo Sakri.
Setelah itu Desa Pongangan digabung dengan Desa Kedungsuren yang pada saat itu dipimpin oleh Demang Kentol Ontoyudo. Tahun 1800 Desa Kedungsuren dipimpin oleh Lurah Abdul Syukur seorang musyafir dari Pekalongan yang sedang mensyiarkan ajaran Agama Islam. Pada tahun 1849 dengan wafatnya Lurah Abdul Syukur digantikan olah Karto Gayor selanjutnya Karto Gayor digantikan oleh Sojoyo. Pada tahun 1868 Sojoyo digantikan Sungkono yang merupakan putra dari Kyai Wali Hadi dari Kendal dan adik dari Kyai Abdul Manan.
Lurah Sungkono berakhir pada tahun 1909 digantikan oleh anaknya bernama Santromijoyo (Gantheng). Seperti orang tuanya, dia sangat memperhatikan akan perlunya kehidupan yang rukun dan berhaluan ajaran Agama. Lurah Sungkono bersama tokoh agama dan alim ulama mengawali merehab Masjid dilokasi Padepokan Kyai Sofarin, yang kemudian diikuti pembangunan langgar – langar di dukuh – dukuh Desa Kedungsuren.
Dengan berakhirnya masa Jabatan Lurah Sastromijoyo (Gantheng), maka pada tahun 1943 Digantikan oleh Sasmito Adi (Subuh) menantunya. Tahun 1947 Lurah Sabar menggantikan Lurah Subuh untuk waktu 3 tahun karena Lurah Subuh dalam pelarian membantu TNI. Sasmito Adi (Subuh) pulang ke desa untuk menduduki Jabatan Lurah Desa Kedungsuren pada tahun 1950.
Sebelum Tahun 1960 Desa Kedungsuren mengikuti Pemerintah Kecamatan Brangsong. Untuk pendekatan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat maka mulai tanggal 20 Agustus 1960 Desa Kedungsuren oleh Pemerintah Kabupaten Kendal digabungkan dengan Pemerintah Kecamatan Kaliwungu.
Pada tahun 1966 situasi Negara terjadi pergolakan politik yang mengakibatkan perpecahan kerukunan kehidupan dikalangan masyarakat. Dalam situasi ini Lurah Sasmito Adi (Subuh) telah wafat sehingga jalannya pemerintahan Desa dipegang oleh Kamituwo Rohmat Suyuti dan Carik Soeparno.
Pada tahun 1968 untuk mengisi kekosongan jabatan Lurah diadakan pemilihan lurah. Dari calon Sahoeri Soeripto, Rochmad Sayuti dan Sumani akhirnya Sahuri Soeripto terpilih sebagai Lurah. Dalam menjalankan pemerintahan Desa Lurah Sahoeri dibantu carik Soeparno dan Pamong yang lain. Tiga tahun kemudian Carik Soeparno wafat dan pada tanggal 27 Februari 1972 Supriyantoro dilantik sebagai Carik Desa Kedungsuren.
Dengan wafatnya Sahoeri Soeripto pada tahun 1987, maka yang mejalankan Tugas Kepala Desa dijabat oleh Supriyantoro sampai bulan Nopember 1988. Bulan Nopember 1988 diadakannya Pemilihan Kepala Desa dengan tiga Calon yaitu Nur Chozin, Redjono dan Yahya. Diperoleh hasil suara terbanyak adalah Yahya yang merupakan Kepala Desa Kedungsuren pertama yang berasal dari Dusun Plalangan.
Pada masa kepemimpinan Lurah Yahya inilah Desa Kedungsuren mengalami banyak kemajuan seiring dengan modernisasi di berbagai bidang. Awal pembangunan infrastruktur terutama pengaspalan jalan dari Desa Darupono sampai Dusun Plalangan. Instalasi listrik berhasil masuk keseluruh wilayah Desa Kedungsuren, rehabilitasi masjid dan mushola serta pembangunan SMP untuk menunjang Wajib Belajar 9 Tahun. Periode pertama Kades Yahya berakhir pada tahun 1996. Kemudian Kades Yahya terpilih kembali sebagai Kepala Desa Kedungsuren dalam Pilkades pada tahun 1997 dari dua calon lain yaitu Syaefudin Zuhri, dan Drs. Nurparan Hadiyuwono.
Pada Tahun 1998 Pemerintahan Orde Baru dibawah kepemimpinan Presiden Soeharto berakhir karena adanya desakan berbagai komponen rakyat Indonesia menuntut Reformasi disegala bidang. Salah satu hasil Reformasi adalah lahirnya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang memberikan mandat kepada daerah atau otonomi daerah terutama Kabupaten dan desa dalam mengatur daerahnya. Salah satu implementasinya pada tingkat desa dibentuklah Badan Perwakilan Desa (BPD) sebagai mitra Kepala Desa dalam mengelola desa.
Dengan luas wilayah dan jumlah penduduk Desa Kedungsuren yang besar menjadikan pelayanan terhadap masyarakat dan juga upaya percepatan pembangunan terhambat. Hal ini mendorong tokoh masyarakat di empat dusun yaitu Plalangan, Pongangan, Wonorejo dan Sirowo melalui anggota BPD dari empat dusun yaitu Mulyono, M Nur Khamali, Muthohirin, Ahmad Tomo, KH Abdurahman dan Sanipan mengajukan wacana pemekaran Desa Kedungsuren menjadi dua dengan empat dusun menjadi desa tersendiri.
Pada tahun 2000 Kades A.Hasbie Yahya, BSc merespon wacana tersebut dengan membuatkan rancangan proposal yang diberi judul ”Mengkaji Pemekaran Desa Kedungsuren menjadi Dua Desa”. Berbekal data yang termuat dalam rancangan proposal tersebut, para anggota BPD dari empat dusun memberanikan diri datang ke kantor sekretariat daerah Kabupaten Kendal bagian Pemerintahan Desa. Pada saat itu ditemui oleh salah satu staff pemda yang bernama Bapak Sinung. Dari keterangan Bapak Sinung inilah di dapat kejelasan bahwa ternyata dimungkinkan adanya pemekaran desa sebagai mana diatur oleh Perda No 16 Tahun 2000 tentang Pemecahan dan Penggabungan Desa.
Pada tanggal 22 Mei 2001 Kades Hasbie Yahya wafat akibat Kecelakaan Lalu Lintas di Cirebon dalam Perjalanan ke Jakarta. Pemerintahan Desa Kedungsuren selanjutnya dilaksanakan oleh Supriyantoro selaku YMT Kades. Pada tanggal 5 Juni 2001 tokoh masyarakat dari empat dusun baik ulama, tokoh masyarakat maupun tokoh pemuda bersepakat membentuk Forum Aspirasi Masyarakat yang disingkat FAM sebagai wadah untuk perjuangan pemekaran Desa Kedungsuren. Terpilih Sarno, Mulyono dan Kyai. Kamaludin masing-masing sebagai Ketua, sekretaris dan bendahara FAM. Menyangkut nama desa baru yang akan diusulkan, maka setelah menerima banyak usulan disepakati usulan dari Bapak Kyai Moh Hisyam (Plalangan) bahwa nama desa baru adalah SIDOMAKMUR.
Pada bulan Agustus 2001 melalui YMT Kades Supriyantoro secara resmi dikirimlah usulan pemekaran Desa Kedungsuren kepada Pemerintah Kabupaten Kendal. Lebih dari satu tahun berlalu nampaknya usulan tersebut kurang mendapat respon dari Pemerintah Daerah dengan berbagai alasan. Oleh karena itu pada tanggal 24 September 2002 masyarakat empat dusun dengan menggunakan beberapa mobil bak terbuka melakukan unjuk rasa bersamaan dengan sedang dilakukannya rapat paripurna DPRD Kendal. Beberapa perwakilan diterima oleh Pimpinan dan Anggota Komisi A dengan ketua saat itu Drs. H Asfuri Mugni,S.Sos. Audiensi dengan dewan menghasilkan rekomendasi bahwa setelah mendengarkan paparan dan data maka usulan pemekaran Desa Kedungsuren layak untuk dipertimbangkan dan direspon oleh pihak pemda. Salah satu syaratnya adalah Desa Kedungsuren harus mempunyai Kepala Desa definitif dan oleh karenanya masyarakat diminta untuk mensukseskan kegiatan Pilkades Kedungsuren.
Pada bulan Desember 2002 dilaksanakanlah Pilkades Desa Kedungsuren dengan calon tunggal Bapak Redjono yang akhirnya terpilih sebagai kades. Pada tahun 2004 segera setelah tanggal 8 Januari 2002 secara resmi menjabat Kades Redjono menindaklanjuti aspirasi masyarakat dengan mengirimkan proposal pemekaran desa. Usulan ini kurang mendapat respon dan dinyatakan perlu adanya keputusan dari BPD Desa Kedungsuren.
Pada tanggal 2 Februari 2006, BPD Desa Kedungsuren setelah melakukan penelitian atas aset dan segala persyaratan pembentukan desa baru maka melalui rapat paripurna memutuskan bahwa Desa Kedungsuren dinyatakan layak dan memenuhi syarat untuk dimekarkan. Hal ini tertuang dalam keputusan BPD Desa Kedungsuren Nomor 139/02/BPD/I/2006 ditanda tangani oleh ketua BPD Tukrim Verry,S.Ag. Pada bulan Mei 2006 kembali pemerintah Desa Kedungsuren mengirimkan proposal usulan pemekaran desa dengan seluruh kelengkapan persyaratan. Namun demikian, sampai dengan masa bhakti Kades Redjono hampir selesai nampaknya usulan ini belum juga mendapatkan respon dari Bupati maupun DPRD Kendal.
Pada tanggal 17 Juni 2008 ditetapkan Perda Nomor 6 Tahun 2008 tentang pembentukan, penghapusan dan penggabungan desa sebagai pengganti dari Perda Nomor 16 Tahun 2000. Menjelang pelaksanaan Pilkades 2008, FAM melalui P4KD Desa Kedungsuren yang diketuai oleh Bapak Sutiyono meminta Audiensi kepada Wakil Bupati Dra. Hj Siti Nurmarkesi sebagai pelaksana Bupati Kendal untuk menyampaikan aspirasi. Akhirnya pada tanggal 19 Agustus 2008 dua hari menjelang Pilkades, pengurus FAM diterima Wakil bupati dan dapat menyampaikan secara langsung aspirasi masyarakat empat dusun. Melalui juru bicara Ahmad Supari disampaikan bahwa penderitaan masyarakat Desa Kedungsuren di empat dusun sudah teramat panjang karena kurangnya pelayanan dan rusaknya infrastruktur jalan. Maka masyarakat 4 dusun meminta agar usulan pemekaran direspon secara kongkrit oleh bupati dengan membentuk tim dan segera melakukan observasi serta melaporkan kepada Bupati sebelum digelarnya Pilkades. Bila hal ini tidak dipenuhi maka masyarakat 4 dusun akan memboikot Pilkades 21 Agustus 2008, tidak akan menyetor pajak dan akan memboikot pemilu 2009 (Suara Merdeka, 20-8-2008). Setelah melalui pembicaraan yang alot, akhirnya disepakati bahwa keesokan harinya tim Kabupaten akan turun observasi ke Desa Kedungsuren, namun untuk realisasi pemekaran harus ditunda sampai dengan pelaksanaan pemilu 2009 selesai berdasarkan surat kawat menteri dalam negeri tanggal 11 Agustus 2008. Namun bupati berjanji bahwa proses akan terus berjalan termasuk penerbitan Perbub tentang Petunjuk Pelaksana Perda Nomor 6 Tahun 2008 maksimal tanggal 29 Agustus 2008. Sebagai kompensasi masyarakat diminta untuk mensukseskan Pilkades.
Pilkades Desa Kedungsuren tanggal 21 Agustus 2008 yang diikuti oleh calon tunggal yaitu Bapak Nandirin ternyata tidak quorum, hal ini memunculkan isu bahwa masyarakat 4 dusun memboikot Pilkades (Suara Merdeka,22-8-2008). Setelah dilakukan Pilkades ulang pada tanggal 5 September 2008 dibawah pengawalan ketat aparat kepolisian akhirnya Bapak Nadhirin terpilih sebagai Kades Desa Kedungsuren. Untuk menjaga solidaritas masyarakat 4 dusun, pertemuan-pertemuan terus dilaksanakan. Pada tanggal 19 Oktober 2008 dilaksanakan pengajian umum dan Halal bi Halal warga 4 dusun yang dihadiri oleh Camat Kaliwungu Selatan Bapak Rubianto, S.Sos.
Pada tanggal 21 Juli 2009, bersamaan dengan hari jadi Kabupaten Kendal, para kyai dari 4 dusun menggelar istiqosah di Mushola Al Ikhlas Wonorejo. Seusai acara banyak para kyai yang mempertanyakan tindak lanjut pemekaran. Ahmad Supari yang menjadi sekretaris FAM menggantikan Mulyono, berjanji untuk segera mengirimkan surat kembali kepada Bupati. Pada tanggal 31 Juli 2009 FAM mengirimkan surat kepada Bupati yang isinya mempertanyakan tindak lanjut pemekaran Desa Kedungsuren mengingat kegiatan pileg dan pilpres sudah terlaksana. Surat ini juga disertai berita tentang rusaknya jalan dari Desa Jatirejo sampai Desa Kedungsuren (Suara Merdeka, 6 Juli 2009).
Sebagai tindak lanjut atas surat FAM tersebut pada tanggal 2 September 2009 Tim PEMDA melakukan sosialisasi tentang tindak lanjut pemekaran Desa Kedungsuren di Balai Desa Kedungsuren. Dalam forum ini Pemda mempresentasikan kajian yuridis tentang pemekaran Desa Kedungsuren bahwa landasan hukumnya sudah lengkap karena itu akan segera dilaksanakan Observasi dan pengkajian persiapan pembentukan desa baru hasil pemekaran. Adapun Pemerintah Desa Kedungsuren diminta agar menggelar rapat warga disetiap RT (semacam referendum) untuk menentukan apakah setuju pemekaran atau menolak pemekaran. Setiap warga diminta untuk menandatangani form yang telah disediakan dan diberikan waktu 2 x 24 jam. Pada tanggal 4 september 2009 setelah dilakukan rekapitulasi, ternyata 85 % rakyat Desa Kedungsuren mendukung pemekaran dan 15 % tidak menyatakan pendapat karena tidak dirumah serta 0 % atau tidak ada satupun warga yang menolak pemekaran.
Pada tanggal 19 Nopember 2009 bertempat di Balai Desa Kedungsuren dilaksanakan sosialisasi hasil observasi dan penilaian pembentukan desa baru hasil pemekaran Desa Kedungsuren oleh Tim Pemda Kendal. Mengacu pada UU, Perda dan Perbub yang terkait, maka pembentukan Desa Sidomakmur hasil pemekaran Desa Kedungsuren dinyatakan telah memenuhi syarat baik secara Administratif, fisik kewilayahan maupun syarat teknis. Selanjutnya disosialisasikan Rancangan Perda tentang Pembentukan Desa Sidomakmur untuk mendapatkan tanggapan dari warga atau tokoh masyarakat. Pada kesempatan ini Carik Supriyantoro meminta agar beliau diberikan kesempatan menggarap bengkok sawahnya yang ada diwilayah Dusun Wonorejo sampai dengan masa tugasnya selesai meskipun kelak Desa Sidomakmur sudah diresmikan.
Rancangan Perda selanjutnya diserahkan kepada DPRD Kendal untuk mendapatkan pembahasan dan persetujuan. Setelah melalui pembahasan dan kunjungan lapangan oleh anggota DPRD serta dinyatakan layak maka melalui rapat paripurna tanggal 5 Maret 2010 seluruh fraksi DPRD Kendal menyatakan mendukung Pembentukan Desa Sidomakmur hasil pemekaran Desa Kedungsuren keputusan ini dituangkan dalam Perda Nomor 2 Tahun 2010 tentang Pembentukan Desa Sidomakmur Hasil Pemekaran Desa Kedungsuren. Kerja keras segenap tokoh masyarakat yang diprakarsai oleh FAM dan seluruh lapisan masyarakat akhirnya mencapai hasil dengan dilaksanakanya peresmian Desa Sidomakmur pada tanggal 6 Mei 2010 oleh Bupati Kendal Ibu Dra. Hj. Siti Nurmarkesi dan dihadiri anggota oleh Ketua DPRD, Anggota Komisi A DPRD, para Kepala Dinas, Kapolres, Kodim, seluruh Camat dan Kades se Kabupaten Kendal serta masyarakat Desa Sidomakmur. Bahagia dan haru terlihat diseluruh wajah para tokoh masyarakat dan warga, bahkan tidak sedikit yang menitikan air mata. Perjuangan panjang memang belum usai, namun setidaknya asa telah di depan mata.
Dan untuk pertama kalinya Kepala Desa Sidomakmur dijabat oleh Bapak Sarno yang berasal dari Dusun Plalangan dengan memenangkan Pilkades pada tanggal 2 Desember 2010.
Kepala Desa Sarno menjabat Kepala Desa Sidomakmur selama 6 tahun selama kepemimpinannya Desa Sidomakmur membangun Jalan Poros Desa dari Makam Pongangan sampai dengan SD 2 Kedungsuren yang berada di dukuh Pongangan, senderan kanan kiri Jalan Poros Desa menuju Wonorejo, pembuatan embung air diwilayah kampung Tegal RT 03 RW 02 Desa sidomakmur. Alhamdulilah air sudah mengalir dan diuji coba baru berjalan 1,5 tahun pompa airnya macet. Masa kerja Kepala Desa Sarno telah habis satu periode, beliau Purna Tugas Akhir tahun 2016. Karena beliau habis masa kerjanya atau purna tahun 2016 maka air sumur atau embung tersebut tidak dilanjutkan. Kemudian pengisian kekosongan Kepala Desa Sidomakmur di tunjuklah Saudara Rofiudin dari Dinas Pendidikan Kendal beliau orang penduduk Dusun Plalangan dan PNS maka disetujui menjadi PJ Kades Sidomakmur selama 2 tahun. Pada Agustus 2018 diadakan pencalonan Kepala Desa, dan pada saat itu ada tiga calon Kepala Desa yaitu Sarno, Bambang Sukaryono, dan Basri.
Hasil pemilihan tersebut Bambang Sukaryono memperoleh nilai terbanyak maka beliau yang menjadi Kepala Desa Sidomakmur, setelah dia dilantik sebagai Kepala Desa Sidomakmur mulai menjalankan tugas Kepala Desa langsung melaksanakan pembangunan diwilayah desa meliputi Jalan Poros Desa, gang – gang dusun, air bersih dusun Sirowo, air bersih dusun Wonorejo, pengecoran rabat beton dari Pongangan sampai Masjid Al Mutaqin Wonorejo sepanjang 1,7 km, Jalan Kyai Sengari Pongangan, rabat beton di RT 01 RW 02 rabat beton RT 03 RW 02, spiteng komunal di dusun Wonorejo, Aula Balai Rakyat lokasi di depan Balai Desa Sidomakmur, pengaspalan jalan dari jembatan Plengkung sepanjang 1,5 km disambung rabat beton 600 meter.
Desa Sidomakmur itu sendiri terdiri dari 4 Dukuh yaitu Plalangan, Pongangan, Wonorejo dan Sirowo. Adapaun sejarah tentang dukuh – dukuh tersebut sebagai yaitu Pada jaman penjajahan Belanda dusun disebut warga atau masyarakat yang hidup bersama secara adat. Pada saat itu wilayah yang saat ini menjadi dusun pengalang, alangan dengan kepala dusun dijabat oleh seorang Ketua Adat Jawa Tulen yang pada wilayah tersebut, disebut Ketua Adat Sunari, setelah wafat digantikan oleh Jahi karena Jahi adalah seorang ulama yang sangat berpengaruh di wilayah dusun diganti nama menjadi dusun Plalangan. Setelah beliau wafat Dul Rokhim beliau wafat digantikan Samsi bin Jahi. Setelah Samsi wafat ada kekosongan Kepala Dusun warga menghendaki mengangkat Kasiono putra almarhum Sunari sebagai YMT Kepala dusun Plalangan. Setelah 16 tahun maka diadakan pemilihan Kepala Dusun pada saat itu hanya ada calon tunggal maka saudara Akhmadi terpilih menjadi Kepala Dusun Plalangan.
Adapun sejarah singkat dukuh Pongangan, pada jaman penjajahan Belanda dusun disebut warga atau masyarakat yang hidup bersama secara mandiri. Pada saat itu wilayah yang saat ini menjadi dusun Kopen dengan Kepala Dusun dijabat oleh seorang Ketua Adat yang berwibawa yaitu Mardan. Pada saat ini dukuh Pongangan dijadikan lokasi Kantor Balaidesa Sidomakmur, lokasi itu dulunya ladang kopi. Disebelah timur ladang kopi ada Rel Lori sengaja dibangun oleh Belanda untuk mengangkut hasil hutan kayu jati dari wilayah Ngaliyan Semarang ke TPK Pegandon, setelah Mardan wafat, beliau digantikan oleh Naki. Beliau berinisiatif memekarkan wilayah dusun kemudian karena beliau seorang gigih mengadakan musyawarah bersama masyarakat perluasan dusun diberi nama kampung Pengonga’an. Kemudian Naki wafat diganti Tarno beliau menjabat 1 tahun dia berinisiatif menggabungkan Dusun Kopen dan Pengonga’an dijadikan satu dengan musyawarah semua Tokah Masyarakat, Toga, karena pada saat itu di wilayah tersebut ada tokoh ulama yaitu Kyai Sawiyan, maka untuk menggabungkan dusun tersebut hasil dari riadlohnya Kopen dan Pengonga’an dijadikan satu yaitu dusun Pongangan, jelang dua puluh tahun, Tarno wafat digantikan oleh Baidi dan dibantu seorang kebayan Juri. Kemudian beliaunya purna jabatan pada tahun 1993 yang menjabat sebagai Kepala Dusun Juma’i.
Selanjutnya sekilas cerita dukuh Wonorejo yaitu Pada jaman penjajahan Belanda dukuh disebut dengan sebutan orang pribumi atau kesatuan warga yang hidup di dukuh itu .pada saat itu yang saat ini menjadi dusun Wonorejo dikenal dengan sebutan dukuh Percil dengan Kepala Dukuh dijabat oleh seorang tokoh agama Ki Ahmadun beliau menjabat dari tahun 1854 sampai dengan tahun 1872 selanjutnya dia digantikan oleh Kyai Asmawi beliau adalah tokoh ulama dari desa Magelung yang menikah dengan Ny. Sabitah anak dari Ki Ahmadun kemudian beliau Kyai Asmawi mengantikan mertuanya menjadi Kepala Dusun Percil, karena dusun semakin bertambah penduduknya maka diadakan musyawarah dengan Toga, Tomas, Tokoh pemuda merubah nama dukuh Percil menjadi dukuh Wonorejo yang artinya Wono itu alas/Hutan, Rejo adalah makmur. Beliau Kyai Asmawi menjabat dari tahun 1872 sampai dengan 1902. Dengan berakhirnya jabatan Kyai Asmawi, dengan wafatnya Kyai Asmawi tahun 1903 selanjutnya digantikan oleh Benu pada tahun 1903. Setelah Benu wafat digantikan putranya Ngarimin dari tahun 1929 sampai dengan tahun 1946 dan dibantu oleh Sulaeman sebagai Kebayan dengan alasan umur udah tua, beliau Ngarimin mengundurkan diri sebagai Kepala Dusun, karena di dusun Wonorejo terjadi kekosongan Kepala Dusun kemudian Sulaeman merangkap sebagai kadus selama 2 tahun. Atas desakan masyarakat maka pada tahun 1960 Munaji disepakati oleh warga untuk menjadi Kadus Wonorejo. Pada tahun 1980 kemudian Munaji wafat digantikan Trusman , beliau meninggal kemudian pada tahun 2001 diadakan pemilihan Kepala Dusun Wonorejo dengan 4 calon yaitu Abdul Rokhim, Sanipan, Jarot Siswon, Slamet Purnomo, yang memperoleh nilai terbanyak Abdul Rokhim dan beliau lah yang menjabat Kepala Dusun Wonorejo sejak Tahun 2001 hingga pada saat ini.
Dukuh terakhir Desa Sidomakmur adalah Dukuh Sirowo yaitu pada jaman penjajahan Jepang dusun disebut warga atau masyarakat yang hidup bersama secara adat.pada saat itu wilayah yang saat ini menjadi dusun Ngrowo dengan Kepala Dusun dijabat oleh seorang Ketua Adat Jawa Tulen yang pada wilayah tersebut, disebut Ketua Adat Ki Sucak, beliau adalah seorang petani dan pada saat itu pula dia menikah dengan seorang gadis yang berasal dari dusun surak kalirejo, 2 tahun kemudian dikaruniai seorang anak laki-laki diberi nama; Karjan Denga. Setelah wafatnya Ki Sucak kemudian Karjan diminta oleh masyarakat Ngrowo diangkat menjadi Kepala Dusun Ngrowo karena dusun tersebut peninggalan orang tuanya maka Karjan memberanikan diri dusun Ngrowo dirubah menjadi dusun Sirowo beliau wafat digantikan Sukiyat sebagai Kepala Dusun Sirowo dibantu kebayaan yaitu Tasrin. Setelah keduanya purna sebagai jabatan Kepala Dusun dan Kebayan kemudian diadakan pemilihan Kepala Dusun pada tahun 2008 diadakan pemilihan Kepala Dusun dengan 3 calon Eko Suwarno, Wagiyo, dan Ngatimin. Setelah dilaksanakan pemilihan ternyata Eko Suwarno mendapat suara terbanyak maka beliau yang menjabat sebagai Kepala Dusun Sirowo sampai dengan saat ini. Adapun itu adalah sekilas sejarah yang dalam perjalanan terbentuknya Desa Sidomakmur.
Visi adalah suatu persyaratan yang merupakan ungkapan atau artikulasi dari nilai, cita-cita, arah dan tujuan organisasi yang realistis, memberikan kekuatan, semangat, dan komitmen, serta memiliki daya tarik yang dapat dipercaya sebagai pemandu dalam pelaksanaan aktifitas dan pencapaian tujuan organisasi. Adapun rumusan visi Desa Sidomakmur tahun 2019-2024 adalah sebagai berikut:
“Terwujudnya Kemajuan Dan Kesejahteraan Masyarakat Desa Sidomakmur
Yang Merata Dan Berkeadilan Didukung Oleh Kinerja Perangkat Desa
Yang Amanah Dan Profesional Berdasarkan Iman Dan Taqwa
Kepada Allah SWT.”
Rumusan Visi tersebut merupakan suatu ungkapan dari suatu niat yang luhur untuk memperbaiki dalam Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pelaksanaan Pembangunan di Desa Sidomakmur baik secara individu maupun kelembagaan sehingga 6 ( enam ) tahun ke depan Desa Sidomakmur mengalami suatu perubahan yang lebih baik dan peningkatan kesejahteraan masyarakat dilihat dari segi ekonomi dengan dilandasi semangat kebersamaan dalam Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pelaksanaan Pembangunan.
Dalam rangka mencapai visi pembangunan jangka menengah Desa Sidomakmur Kecamatan Kaliwungu Selatan Tahun 2019-2024, dirumuskan sejumlah misi sebagai berikut:
Foto | Nama | Jabatan |
---|---|---|
BAMBANG SUKARYONO | KEPALA DESA SIDOMAKMUR | |
SUGIARTI WAHYUNI | SEKRETARIS DESA | |
TRI LISTIANA | KEPALA SEKSI PEMERINTAHAN | |
JUMA'I | KADUS II | |
ABDUL ROKHIM | KADUS III | |
EKO SUWARNO | KADUS IV | |
AKHMADI | KADUS I | |
ROFIKA LESTARI | KAUR UMUM DAN PERENCANAAN |