Desa Cening Kecamatan Singorojo Kabupaten Kendal secara topografi termasuk dalam kategori Daerah dataran sedang dengan ketinggian ± 600 M Dari Permukaan Laut (DPL) dengan luas wilayah 989.2 ha. Adapun batas-batas wilayah Desa Cening sebagai berikut :
a. Sebelah Utara : Desa Getas-Kaliputih Kec. Singorojo
b. Sebelah Timur : Desa Kedungboto Kec. Limbangan
c. Sebelah Selatan : Desa Karangseneng Kec. Gemawang
d. Sebelah Barat : Desa Muncar Kec. Gemawang
Secara Prosentase luas wilayah Desa Ngareanak adalah :
1. Tanah Sawah : ± 117 ha
a. Irigasi Teknis : ± 35 ha
b. Irigasi Setengah Teknis : ± 27 ha
c. Irigasi Sederhana : ± 55 ha
2. Tanah Kering : ± 870 ha
a. Pekarangan/Bangunan : ± 64 ha
b. Tegal/Kebun : ± 770 ha
c. Ladang/Tanah Huma : ± 10 ha
3. Tanah Hutan : ± 660 ha
a. Hutan Lebat : ± 147 ha
b. Hutan Belukar : ± 513 ha
4. Tanah Perkebunan : ± 60 ha
a. Tanah Perkebunan Swasta : ± 60 ha
5. Tanah Keperluan Fasilitas Umum : ± 1000 ha
a. Lapangan Olah Raga : ± 1 ha
b. Tanah Makam : ± 2 ha
6. Lain (Tanah Tandus, Tanah Pasir) : ± 9 ha
7. Tanah Fasilitas Sosial : ± 1,54 ha
a. Masjid/Mushola/Langgar : ± 750 m2
b. Gereja : ± 64 m2
c. Sarana Pendidikan : ± 770 m2
d. Sarana Kesehatan : ± 40 m2
Secara administrasi pemerintahan, wilayah Desa Cening terbagi ke dalam 6 wilayah Dusun, RW dan RT.
1. Dusun Klisat terdiri dari 5 RW dan 13 RT
2. Dusun Joho terdiri dari 1 RW dan 2 RT
3. Dusun Bendo terdiri dari 1 RW dan 2 RT
4. Dusun Kaliereng terdiri dari 1 RW dan 5 RT
5. Dusun Bumen terdiri dari 1 RW dan 2 RT
6. Dusun Cening Lor terdiri dari 2 RW dan 4 RT
sehingga jumlah keseluruhan Desa Ngareanak terdiri dari 11 RW dan 28 RT.
SEJARAH DESA CENING KEC. SINGOROJO KAB. KENDAL
Namanya adalah Desa Cening namanya nama yang aneh bila dirasa tapi disitulah letak keunikan nama desa kami, mari cari tahu lebih dalam ada apa di dalam desa Cening ini. Salah satu desa yang terletak ?Kecamatan Singorojo Kabupaten Kendal ini memiliki keragaman budaya yang unik dan juga masih aneh untuk orang-orang yang kebetulan dekat dengan desa ini.
Desa Cening terletak di puncak Gunung dan di apit dua bukit. Bukit selo arjuno dan bukit blawong Desa Cening keberadaannya sangat jauh dari perkotaan jika ingin kesana kita harus menempuh perjalanan dari desa kedungboto selama 1,5 jam karena kita harus melewati dua bukit dan akses jalan untuk kesana masih sulit, jalan yang masih banyak bebatuan dan jika musim hujan jalan seperti sawah banyak lumpur dan juga licin sehingga berbahaya di akhir tahun 2022 dan alhamdulillah Tahun 2023 Desa Cening sudah bisa merasakan jalan yang sudah diperbaiki oleh pemerintah kabupaten kendal dibawah kepemimpinan Bapak Dico Ganinduto, sehingga akses warga ke keluar sekarang tidak was-was seperti dulu.
Dan di Desa Cening masih banyak sekali hal-hal yang belum pernah kita tau, misal seperti kelapa wulung, hewan babi hutan, anjing hutan, ayam hutan, dan di Desa Cening ini masih sangat asri sekali pada saat diperjalanan akan masuk Desa Cening kita akan di sambut oleh air terjun yang teramat indah dan masih lengkap dengan biota-biota air didalamnya yang sangat indah, seperti batu-batu alam, ikan-ikan kecil yang masih banyak sekali dan air jernih khas gunung yang sangat segar. Buah-buahan yang juga masih banyak disana seperti jambu air, jambu biji, pepaya, pisang, dan masih banyak lagi yang akan kita temui disana yang tidak ada dilingkungan kita. untuk kebudayaan disana juga ada keunikan tersendiri Nyadran, Jatilan, Srandul, Ketoprak dan masih ada banyak lagi berikut ada beberapa gambaran di Desa Cening
Sejarah Desa Cening awal mula adalah kedatangan orang-orang yang berasal dari Kerajaan Padjadjaran. Pada suatu hari Ki Ageng Wiro Nolo Petir (Mbah Petir) sedang membajak sawah, hal tersebut dilihat oleh Ki Ageng Wiro Nolo Yudho ( Ki Tanjung ) yang heran dan terkagum-kagum karena yang digunakan untuk menarik bajak bukanlah kerbau atau sapi pada umumnya, akan atetapi Ki ageng Wiro Nolo Petir menggunakan hewan banteng dan menjangan. Semua orang tahu bahwa kedua binatang tersebut adalah binatang liar, akan tetapi yang membuat kagum orang adalah kedua binatang tadi jinak (karena kesaktiannya) saat digunakan membajak sawah oleh Ki Ageng Wiro Nolo Petir. Ki Ageng Wiro Nolo Yudho berkata kepada Ki Ageng Wiro Nolo Petir "Mengapa membajak sawah menggunakan banteng dan menjangan bukannya hewan-hewan itu dapat disembelih dan dimanfaatkan untuk banyak orang?" - "karena sebenarnya kedua hewan tersebut adalah jelmaan dari kerbau yang sebelumnya tidak taat pada perintahku" (jawaban dari Ki Ageng Wiro Nolo Petir). Agar kedua hewan tersebut secara naluriah bisa merasakan bagaimana hidup sebagaimana titah semestinya dan untuk tunduk pada pemiliknya dan merasakan hidup dialam liar tanpa ada yang memberi makan.
Rupanya pembicaraan kedua orang tersebut di dengar oleh kedua hewan lalu kedua binatang tersebut jadi ketakutan akhirnya lari kencang meninggalkan sawahnya. Hal tadi ternyata membuat Ki Ageng Wiro Nolo Petir dan Ki Ageng Wiro Nolo Yudho akhirnya pergi mencari kedua hewan yang lari terbirit-birit karena ketakutan meraka mendengar percakapan Ki Ageng Wiro Nolo Petir dan Ki Ageng Wiro Nolo Yudho dan beliau berdua sampai tidak pulang ke rumah. Di suatu tempat akhirnya Ki Ageng Wiro Nolo Yudho membuat sebuah gubug untuk peristirahatannya yang tidak di ketahui oleh Ki Ageng Wiro Nolo Petir. Dalam kesehariannya Ki Ageng Wiro Nolo Yudho makan dengan menggunakan tempat makan dengan sebuah Ceneng (menyerupai piring yang besar yang terbuat dari perunggu).
Pada saat kehausan Ki Ageng Wiro Nolo Yudho pada akhirnya memanggil Ki Ageng Wiro Nolo Petir untuk meminta bantuan mencarikan air untuk diminum disumber mata air yang sangat Bening/Jernih. karena tidak tempat/wadah untuk menggambil air akhir Ki Ageng Wiro Nolo Petir dengan terpaksa mengeluarkan kesaktiannya menggambil air dengan hanya menggunakan cething (sejenis tempat/wadah yang terbuat dari anyaman bambu) disitulah kedua tokoh tersebut mempunyai ide bahwa tempat yang di gunakan untuk istirahat tersebut, apabila disuatu saat nanti menjadi suatu pemukiman maka akan diberi nama "DUKUH CENING".
** Desa Cening mempunyai makna sebagai berikut :
1. “CENING” adalah tempat makan yang besar dengan makna kiasan daerah ini dapat dipergunakan sebagai tempat untuk mengumpulkan orang-orang yang ingin bermukim.
2. “BENING” adalah keadaan yang suci dan bersih dengan makna kiasan diharapkan agar orang-orang yang bermukim di siru senantiasa memiliki hati dan jiwa yang suci serta bersih akan selalu mendekatkan diri pada Allah SWT, terutama para pemimpin Dukuh Cening bila tidak sesuai dengan apa yang disampaikan di oleh Mbah Ki Ageng wiro Nolo Yudho tersebut maka, tidak akan kuat memimpin maysarakat Dukuh Cening.
Bekas daerah tadi sekarang sekarang sudah tidak menjadi dukuh lagi karena semua penduduk berpindah tempat, kemudian lokasi tersebut sekarang menjadi lahan pertanian warga Dukuh Cening yang terletak di sebelah utara barat bengkok carik. dan sekarang disebut sebagai Desa Cening.
Dalam hal sejarah pemerintahan dari pemerintahan desa sampai dnegan pemerintahan desa sekarang, Pemerintahan Desa Cening berkali-kali telah terjadi pergantian pimpinan Kepala Desa yang antara lain sebagai berikut :
Selanjutnya Ki Ageng wiro Nolo Yudho berkata bahwa apabila nantinya daerah tersebut ramai dan banyak penduduknya, maka daerah tersebut di beri nama Desa Cening, yang merupakan gabungan dari tempat makam Ki ageng Wiro Nolo Yudho (Cething) dan sumber mata air yang bening (Jernih).
Keragaman Budaya yang ada di Desa Cening,
Di Desa Cening Kecamatan Singorojo Kabupaten Kendal?di setiap dusun mempunyai tradisi dan keragaman budaya masing-masing dan sebagian sama yang mana budaya tersebut diantaranyan menggelar upacara adat ritual?Mundi Luhur Makam Ki Ageng Wironolo Petir (Sadranan) yang berada di dusun kaliereng.?Kegiatan ini sudah menjadi tradisi warga Dusun Kaliereng Desa Cening setiap tahunnya lebih tepatnya?dibulan Sya’ban hari Jum’at Kliwon. Semua warga didusun tersebut memperingatinya dengan cara? Selametan di Makam Ki Ageng Wironolo Petir dengan membawa?tenong?berisi nasi, daging ayam/ikan, dan? aneka sayuran yang telah dimasak matang.
Tradisi ini sebenarnya sangat bersahaja, yakni ziarah kubur ke Makam Leluhur di desa tersebut dan sejak nenek moyang belum mengenal Islam, secara turun temurun tradisi “nyadran” menjadi sebagian kecil ritus kehidupan orang Jawa.
Biasanya, warga Desa Cening menggelar upacara adat tersebut dengan beraneka ragam cara seperti, mengadakan kesenian budaya untuk hiburan semata kepada masyarakat serta bentuk rasa syukur terhadap Allah Swt.
Terkadang dalam memperingati acara nyadran? Dusun Kaliereng Desa Cening?mengadakan hiburan kesenian Jawa yaitu “Tari Tayub” atau Tarian dari Jawa Tengah yang mengandung unsur keindahan dan keserasian gerak. Tari ini mirip dengan tari Jaipong dari Jawa Barat.Tayub adalah tari pergaulan yang biasa ditarikan oleh penari wanita yang disebut tledhek dan selalu melibatkan penonton pria untuk menari bersama (pengibing).
Kelompok Tari Tayub ini berasal dari daerah Wonosobo, Jawa Tengah dan bisa juga dari daerah lain. Mereka disewa untuk menghibur masyarakat Desa Cening dalam memperingati Mundi Luhur Makam Ki Ageng Wironolo Petir?tersebut. Acara tersebut dilaksanakan dihari Jum’at tersebut dimulai dari Jum’at siang sampai menjelang Sabtu pagi.
Itulah sepenggal cerita dari Desa Cening.
“Mandiri, Nasional, Istimewa dan Sejahtera”
Foto | Nama | Jabatan |
---|---|---|
BUDI RAHARJO | KEPALA DESA | |
DIBORAHAYU DESTARINI | SEKRETARIS DESA | |
DIYAH YUNI ASTUTI,S.Pd | KAUR. KEUANGAN | |
MUHARTONO, SH | KAUR. TATA USAHA DAN UMUM | |
TUYONO | KAUR. PERENCANAAN | |
SUDI | KASI. PEMERINTAHAN | |
TIYADI | KASI. PELAYANAN | |
SAMSURI | KASI. KESEJAHTERAAN | |
H. SONO ALFA | KEPALA DUSUN KLISAT-BENDO | |
PRAYITNO | KEPALA DUSUN JOHO | |
SUTRISNO | KEPALA DUSUN KALIERENG | |
WARIJAN | KEPALA DUSUN BUMEN | |
NASIKIN | KEPALA DUSUN CENING LOR |