Berdasarkan cerita tutur tinular yang berupa penggalan-penggalan sejarah yang diceritakan oleh para sesepuh desa, berhasil disusun menjadi sebuah rangkaian cerita, alkisah :
Nama Bendosari berasal dari penggabungan dua nama yaitu Kedungbendo dengan Pulousari. Kedungbendo merupakan sebuah kampung wilayah dari Desa Pugeran Pundung. Tidak diketahui pasti kapan berdirinya Desa ini, namun menurut sumber diperoleh cerita sejarah bahwa nama Pugeran berasal dari kata Uger yang artinya tanda / tonggak, karena di kampung ini ditemukan uger / tanda tonggak berupa batu nisan. Konon batu nisan ini adalah tapak tilas dari Sunan Puger, yang hingga kini masih dirawat baik oleh masyarakat sekitar dan menjadikan tempat keramat, yang ditandai dengan kegiatan ritual yakitu Upacara Nyadran pada setiap bulan Asyura / Muharam.
Sedangkan Pulousari adalah sebuah nama kampung kecil disebelah selatan Kedungbendo yang terhubung oleh sebuah jalan yang hingga kini masih kritis keadaanya. Ki Setro itulah tokoh nama yang disebut-sebut sebagai orang yang bubak yoso (pertama kali berada dan mulai tinggal) di Pulousari. Konon beliau berasal dari Desa Kranggan Kecamatan Tersono Batang. Ketika Ki Setro beranjak dewasa, Karen sebelumnya beliau sempat berprofesi sebagai Pangon (buruh gembala) di Desa Pangempon Bawang, saat itulah Ki Setro berkenalan dengan gadis tercantik pada saat itu, yang berasal dari Dukuh Dluwak Desa Jati, yang kemudian dipersunting dan menjadi pendamping hidup beliau. Kemudian bersama istrinya beliau sepakat untuk tinggal dan menetap di Pulousari.
Pulousari pada ketika itu merupakan daerah yang sangat strategis, karena terdapat jalan yang menghubungkan antara Dusun Jati, Jeplak, Sempu, Pulousari, Kedungbendo dan kecamatan Tersono wilayah Kabupaten Batang yang akhirnya tembus ke jalan Deandeles (alas Roban).
Jalan ini cukup ramai karena menjadi pusat jalur ekonomi karena banyak pedagang dari Sukorejo menuju Limpung wilayah Batang yang berlalu lalang di ruas jalan ini dengan mengendarai kuda pada saat itu. Namun tidak lama kemudian daerah Pulousari dirasakan kurang nyaman, karena daerah ini sering didatangi sebagai tempat persebunyian oleh para penyamun (penjahat).
Ki Setro beserta istri akhirnya memutuskan untuk pindah ke daerah Dukuh (Dukuh Sidengkeng disebutnya sekarang). Daerah ini terletak dilereng bukit sebelah timur Dusun Sibantal
Karena daerah ini terdapat di daerah bertebing-tebing, maka Ki Setro menanam pohon untuk menahan longsor. Pohon peninggalan Ki Setro yang hinnga saat ini masih berdiri tegak dan tumbuh subur yaitu pohon karet dan pohon mbawang. Di bawah pohon karet ini terdapat mata air yang cukup besar dan dimanfaatkan warga masyarakat hingga sekarang. Selanjutnya ke dua pohon ini yang diyakini sebagai Paku Desa. Selain itu banyak mitos yang berkembang, diantaranya, pohon mbawang ini dapat dijadikan suatu tanda tentang keberkahan masyarakat sekitar, bila pohon ini berbuah lebat, berarti ditahun tersebut akan mudah mencari sandang dan pangan, demikian sebaliknya jika pohon ini tidak berbuah berari akan kesulitan mendapat pangan (paceklik).
Sepeninggal Ki Setro dari Pulousari, berangsur penduduk Pulousari pindah ke dusun Sibantal dan Dukuh Sidengkeng, Dan pada akhirnya Pulousari ditinggalkan oleh seluruh penduduknya, namun karena letaknya yang strategis maka selanjutnya Pulosari digunakan sebagai tempat transit para pedagang palawija yang akan menuju ke Tersono, Limpung – Batang. Untuk mengangkut mengangkut hasil barang daganganya para tengkulak memanfaatkan jasa kuli panggul / dipikul pada saat tersebut. Hal ini berlangsung dalam kurun waktu yang cukup lama, bahkan sampai pada era tahun 1990an.
Pada perkembangan selanjutnya Dukuh Sidengkeng dan Sibantal bergabung menjadi satu desa dan untuk mengabadikan nama, selanjutnya desa ini disebut Desa “Pulousari”.
Pada akhir tahun 1924 ke tiga desa tersebut yakni: Desa Jeplak-Sempu, Pulousari dan Desa Kedungbendo-Pugeran-Pundung sepakat untuk melakukan “Blengketan” (penggabungan) dan melebur menjadi satu desa dengan nama “Desa Bendosari” hingga skarang. Kemudian Lurah / Kades pertama kali dikuasai oleh Kromodimejo, yang dikenal dengan sebutan (Mbah Jenggot) Beliau tinggal di Sidengkeng dan memimpin Desa Bendosari sejak 1924 – 1945, dengan dibantu oleh Ki Usuf dari Jeplak sebagai Cariknya.
Untuk menghormati dan menghargai keberadaan masing-masing wilayah yang tergabung sebagai catatan sejarah, kemudian wilayah-wilayah tersebut diabadikan menjadi Dusun yaitu : Dusun Pugeran, Dusun Pundung, Dusun Kedungbendo, Dusun Sibantal, Dusun Sidengkeng, Dusun Sempu dan Dusun Jeplak. Masing-masing dusun dipimpin oleh seorang Bekel (Kadus)
Pada saat Lurah Kromodimejo meninggal dunia, kepemimpinan pemerintahan desa digantikan oleh anak sulungnya yakni (Sunandar) yang berdomisili di Dusun Pugeran, pada masa pemerintahan Sunandar, carik Usuf pertama kali di Desa Bendosari ini turun dari jabatan yang digantikan oleh Casmuri putra dari Ki Sunandar.
Dalam kepemimpinanya banyak perkembangan pembangunan yang telah dilaksanakan di Bendosari, diantaranya pelebaran jalan yang menghubungkan antara Desa Wadas – Bendosari – Mojoagung dan Tersono melalui jalur Utara. Dalam bidang pendidikan telah dibangun 4 (empat) SD yaitu SD I di Dusun Kedungbendo, SD II di Dusun Pundung, SD III di Dusun Sibantal dan SD IV di Dusun Jeplak, selain itu pada tahun 1967, telah berdiri MWB (Madrasah Wajib Belajar) yang sampai sekarang menjadi MI (Madrasah Ibtidaiah) di Sibantal. Kemudian dalam bidang pemerintahan telah dibangun Balai Desa sebagai tempat dan pusat pemerintahan desa yang didirikan di tengah-tengah wilayah antara dusun-dusun yang berada di Desa Bendosari yaitu di Dusun Sibantal yang tepatnya berdampingan dengan SD III Bendosari. Kemudian dalam bidang olah ranga telah disediakan lapangan sepak bola yang posisinya berdekatan dengan Balai Desa Bendosari.
Pada tahun 1985 beliau turun jabatan hingga tahun 1986, diselenggarakan pemilihan Kepala Desa secara demokrasi. Pada masa pemilihan inilah terpilih Kasipan sebagai Kepala Desa yang ke tiga, dan berdomisili di Dusun Jeplak dimana beliau memipin pemerintahan Desa Bendosari sejak 1986-1994 dan masih didampingi oleh carik Casmuri. Dalam kepemimpinanya pembangunan yang menonjol adalah bidang sarana pisik yaitu bidang perhubungan yang diantaranya adalah perbaikan jalan dengan pegerasan jalan (jalan tlasah) di dusun-dusun di wilayah Desa Bendosari. Serta dalam bidang pemerintahan diadakan penataan dan pengisian perangkat desa.
Kemudian pada periode tersebut dengan munculnya Perda yang membatasi jabatan Kepala Desa menjadi selama 8 (delapan) tahun, akhirnya beliau berakhir masa jabatanya pada tahun 1994. Kemudian dengan bergulirnya waktu akhirnya diselenggarakan pemilihan umum Kepala Desa, dan terpilihnya Samjoto pada waktu itu dan berdomisili di Dusun Kedungbendo, yang sebelumnya berfrofesi sebagai Kepala Sekolah SD, sebagai Kepala Desa ke empat di Desa Bendosari, dan dalam kepemimpinanya didampingi oleh carik Casmuri. Masa pemerintahan Kepala Desa Samjoto dengan carik Casmuri hanya berjalan selama 4 (empat) tahun yaitu mulai 1994 – 1998. Kepemimpinan beliau turun dan berakhir karena terjadi gejolak nasional pada tahun 1998 / 1999 dengan sebutan jaman gerakan reformasi. Namun demikian jasa beliau sangat besar bagi masyarakat Desa Bendosari yaitu pemindahan jalur serta terbangunya jalan penghubung antara Dusun Jeplak hingga Dusun Kedungbendo yang tembus ke wilayah Kabupaten Batang. Kemudian yang paling menonjol adalah adanya listrik masuk desa pada pemerintahan beliau yaitu 1995, sehingga seluruh wilayah Desa Bendosari terjangkau jaringan listrik yang dapat dinikmati hingga sekarang.
Dengan bergulirnya waktu akhirnya pada tahun 1999 kembali diselenggarakan pemilihan Kepala Desa dan terpilihlah Mulyono sebagai Kepala Desa yang ke 5 (lima) di Bendosari, dengan usia yang relatif sangat muda pada waktu itu, yakni 28 tahun. Namun dengan semangat serta dengan dukungan masyarakat, perjalanan pemerintahanya berjalan dengan kondusif. Kemudian dalam melaksanakan tugasnya Mulyono pada akhir tahun 2001 didampingi oleh Suhanto sebagai carik yang ke 3 (tiga) yang dipilih melalui pemilihan perwakilan dari lembaga Desa yang ada di Desa Bendosari pada akhir tahun 2001 (12 November 2001).
Bendosari terus berjalan dan berkembang melanjutkan pembangunanya sampai sekrang, dan dapat dimanfaatkan serta dinikmati oleh warga masyarakat diantaranya adalah:
Bidang sarana dan prasarana fisik meliputi :
Bidang Kesehatan
Terbangunya tempat Pelayanan Kesehatan Desa (PKD)
Bidang Pertanahan
Bidang Keagamaan
Bidang Pendidikan
Seluruh kegiatan pembangunan di Desa Bendosari ini adalah merupakan berkat kerja keras serta kerja sama yang dilakukan oleh semua pihak, baik pemerintah desa, instansi terkait tak ketinggalan peran serta swadaya dan Partisipasi warga masyarakat desa.
Dari kisah-kisah tersebut di atas dapat diambil kesimpulan bahwa, seiring perkembangan waktu telah terjadi sirkulasi pergantian kepemimpinan di Desa Bendosari dengan catatan sbb:
Nara sumber :