Sejarah berdirinya Desa SUDIPAYUNG sangat erat kaitannya dengan hari jadi Kabupaten Kendal Provinsi Jawa Tengah serta berdirinya Negara Republik Indonesia ( NKRI ). Berdasarkan Undang - Undang dan Peraturan pemerintah dalam struktur Pemerintahan Desa di bawah Pemerintah Kabupaten dan pemerintah Kecamatan.
Dikisahkan sebagian cerita keberadaan sebuah desa yang kelak disebut dengan nama Desa Sudipayung, konon menurut pitutur dari sesepuh desa yang masih bisa mengingat cerita masa lalu tentang babat desa Sudipayung yang dahulunya terdiri dari dua desa yang kemudian bergabung, menjadi satu desa.
Cerita dimulai dari pedukuhan Kampir yang lebih sering disebut dengan Sudikampir, pada dulunya pedukuhan ini hanya terdiri beberapa penduduk yang mendiami karena pedukuhan ini merupakan wilayah pantai yang didiami oleh pendatang dari daerah atas yang aturan pemerintahannya belum tertata.
Lalu datang seorang pendatang dari Kerajaan Demak sekitar tahun 1500 M yang disebut oleh penduduk kala itu dengan panggilan Ky. Sarah dan istrinya yang dipanggil dengan julukan Nyi Beruk, nama Nyi Beruk bukanlah nama asli, nama itu hanyalah nama kiasan, sebab ada kejadian ganjil yang dilakukan oleh istri Ky. Sarah, apabila Ky. Sarah menjamu penduduk yang mengikuti pengajian/merguru atau menyambut tamu istrinya selalu menanak nasi dengan ukuran sak beruk/pakai Beruk (Takaran yang terbuat dari Tempurung kelapa/Batok) walaupun menjamu orang banyak atau sedikit pastilah Nyi Sarah menanak nasi seberuk tidak di tambah atau dikurangi selalu saja ukurannya sama, sak beruk, dan cukup, seolah nasinya dimakan tidak habis. Maka dipanggilah istri Ky. Sarah dengan sebutan “Nyai Beruk” oleh penduduk dan pengikut Ky. Sarah.
Ky. Sarah adalah satu dari sekian banyak Santri / murid dari Sunan Kali Jogo yang di utus untuk menyebarkan sariat Islam di wilayah bagian barat atas perintah Sultan Demak yaitu Raden Fatah, setelah melakukan pelayaran lewat laut dan terdamparlah di lak sungai Blorong dan mengikuti asal aliran sungai Blorong mengayuh perahunya ke atas dan sampailah dipedukuhan kecil yang kemudian di beri nama Kampir dari istilah Kampiran (Kesinggahan) oleh rombongan Ky. Sarah kemudian Ky. Sarah beserta rombongannya mendirikan padepokan di pedukuhan (Wilayah RT.02/04) di tepi Sungai Blorong.
Ky. Sarah adalah seorang penyebar agama islam, dia seorang yang arif dan bijak, dalam menyebarkan ajaran islam sangat hati-hati dan dapat menyelami hati penduduk asli yang lebih dulu mendiami pedukuhan itu, karena adat yang sudah terpatri adalah adat Buda dan Hindu atau adat kaum abangan yang tidak memiliki dasar agama yang kuat. Maka oleh Ky. Sarah dapat dibuat sebuah aturan yang fleksibel yang mengarah pada tatanan kehidupan yang harmonis. Menurut cerita Ky. Sarah adalah salah satu kerabat dari Ki Ageng Selo yang dikenal dengan keajaibanya dapat menangkap petir / geledek di bumi Demak.
Selain pandai dalam bidang keagamaan, bidang pemerintahan Ky.Sarah juga pandai dalam bidang pertanian, sehingga beliau bersama-sama pengikut dan penduduk membuka lahan pertanian untuk dijadikan sumber kehidupan. Maka tidaklah heran kalau kemudian penduduk meminta agar Ky. Sarah beserta rombongan dan istrinya untuk menetap di pedukuhan Kampir sebagai panutan, sebagai pembimbing rakyat.
Karena merasa betah dan berhasil membina rakyat Dukuh kampir maka Ky. Sarah mengutus pengikutnya untuk memberi laporan ke kesultanan Demak dan meminta tambahan beberapa utusan untuk membantu pemerintahan atau pedesaan yang dibentuk oleh Ky. Sarah, Raja Demak mengkabulkan lalu dikirim rombongan kedua yang terdiri dari murid Ky. Sarah dan beberapa orang.
Ky. Sarah sudah berhasil membuka lahan-lahan mati menjadi persawahan dan perkebunan,kehidupan rakyat perdukuhan itu jadi tentram dan aman, bertahun – tahun Ky.Sarah hidup menetap di dukuh Kampir bersama istrinya yang disebut dengan “Nyai Beruk”
Menurut cerita Ky Sarah tidak mempunyai keturunan sampai wafatnya, dan jasadnya dimakamkan di pemakaman “Dowo” yang sekarang keberadaan makam itu di Timur kali Blorong (wetang kali) karena sungai blorong di relokasi/mengalami pelurusan oleh Belanda pada jamannya, sampai sekarang makam Ky Sarah dan istrinya tidak ada yang merawatnya.
Konon di ceritakan di Kerajaan Demak terjadi perselisihan antara Ky Sudi dengan adiknya yang namanya tidak diketahui oleh sumber cerita, pendek cerita Ky.Sudi menghindari dari perseteruan dengan adiknya dan mencari Ky.Sarah karena Ky Sarah adalah teman Ky Sudi ketika mengawula (mengabdi) kepada Kanjeng Sunan Kali Jogo. Ky.Sudi dengan ditemani oleh pengikut setianya lari ke barat melalui laut dan menepi di lak Sungai Blorong untuk mencari Ky Sarah, sebelum menemukan keberadaan Ky.Sarah rombongan Ky Sudi beristirahat di bawah sebuah pohon yang rindang yang di sebut pohon “Doro” untuk melepas lelah serta memulihkan tenaganya. Perbekalan dan semua senjata diletakkan di bawah pohon Doro itu, kecuali pusaka Ky.Sudi yang berupa sebuah tombak pendek yang ujung runcingnya di tutupi kain yang mirip payung, sejenis tombak Kyai Pleret, pusaka tombak itu di letakkan di cabang kayu pohon Doro agar aman.
Setelah membuka peta butanya dimana keberadaan Ky Sarah dan di rasa lelahnya sudah hilang maka Ky Sudi meneruskan perjalanan menuju tempat padepokan Ky Sarah. Singkat cerita Ky Sudi bertemu dengan Ky Sarah, setelah mereka saling melepas rindu dan bercerita tentang keadaan masing-masinmg maka Ky Sudi merasa ada barang yang ketinggalan di pohon Doro tempat istirahatnya tadi, maka di utuslah pengikut Ky Sudi beberapa orang untuk mengambilnya, dan berangkatlah pasukan menuju pohon Doro untuk mengambil Pusaka, namun ternyata adik Ky.Sudi melakukan pengejaran terhadap kakaknya yang sekarang ada di padepokan Ky Sarah untuk melakukan perhitungan atas perselisihannya. Belum sempat rombongan pengikut Ky.Sudi mengambil pusaka di atas pohon Doro itu sudah diketahui oleh pasukan adik Kyai Sudi yang baru saja sampai di tepian sungai Blorong maka terjadilah perkelahian hebat antara pasukan Ky Sudi dengan pasukan adiknya. Pertempuran tidak imbang, adik Ky Sudi tidak bisa dikalahkan dan salah satu pengikut Ky Sudi dapat ditaklukkan dan yang lain melarikan diri untuk melaporkan kepada Ky Sudi bahwa adiknya sudah lebih dulu berada di dekat pohon Doro dan salah satu temannya tertangkap dan pusaka yang mirip payung yang tertinggal di pohon Doro tidak bisa terambil karena direbut oleh adik Ky Sudi. Salah satu pasukan Ky Sudi yang tertangkap itu di intrograsi oleh adik Ky Sudi untuk mengatakan di mana Ky Sudi berada, dan prajurit itu tidak bersedia dan tetap tutup mulut. Sampai putus asa adik Ky Sudi mengintrogasinya maka tombak pusaka Ky Sudi ditusukkan ke perut prajurit yang tertangkap tersebut, dan tewaslah prajurit itu, jasadnya dikubur bersama pusaka Ky.Sudi di tempat itu. Makamnya di sebelah barat jembatan sungai blorong,sebelah kiri dari arah timur.Atas peristiwa tewasnya seorang prajurit Ky Sudi yang di exsikusi di bawah pohon Doro dengan tombak yang mirip payung Doro maka daerah itu diberi nama pedukuhan “Doro Payung”
Kabar tewasnya pajurit yang setia tersebut didengar oleh Ky Sudi, maka Kyai Sudi mengutus salah satu prajuritnya yang bernama Ki Sembodro untuk menjaga dan merawat makam temannya yang dulu tertangkap oleh pasukan adik Ky Sudi, dan menetaplah Ki Sembodro di dukuh Doro Payung yang kelak membubak/babat alas membentuk pedukuhan dengan nama Dukuh Doro Payung.
Adik Ky Sudi beserta pasukannya melakukan pengejaran terhadap anak buah Ky Sudi yang sudah lari ke selatan namun di tengah perjalanan salah satu anak buah adik Ky Sudi terjebak di sebuah rawa-rawa yang ditumbuhi pohon markaban yang lebat tanpa diketahui oleh pengikut adik Ky Sudi, setelah berusaha untuk bisa keluar dari jebakan rawa-rawa orang tersebut memutuskan untuk menetap di sekitar rawa-rawa yang di tumbuhi pohon markaban, dan kelak tempat itu di beri nama dusun “Laban”
Ky sudi mendapat kabar dari anak buahnya yang selamat dari perkelahiannya dengan adiknya dan melaporkan bahwa satu temannya tertangkap/dibunuh dan pusakanyapun tidak bisa di bawa, maka Ky Sudi memutuskan untuk melanjutkan perjalan guna menghindari kejaran adiknya karena tidak menginginan pertumpahan darah, setelah mendapat ijin dari Ky Sarah, maka Ky Sudi melanjutkan perjalanan ke selatan dengan naik kuda dan di ikuti oleh pengikutnya yang setia.
Adik Ky Sudi yang melakukan pengejaran bersama pasukannya sebelum mencapai tempat persembunyian Ky Sudi beristirahat di sebuah tempat yang nyaman untuk melepaskan lelah, serta untuk melakukan musyawarah bagaimana caranya menangkap Ky Sudi, dalam musyawarah terjadi perselisihan pendapat, mereka saling jetakan/berdebat sengit, maka tempat itu di sebut dengan sebutan “Jetak” (Rt.01 Rt 2 Rw.04) karena watak adik Ky Sudi pemarah maka dijatuhkan dua pilihan siapa yang mau ikut dan yang mau tinggal di tempat ini atau mencari salah satu temannya yang tertinggal di belakang. Adik Ky Sudi meneruskan perjalannya.
Keberadaan Ky Sarah di dukuh Sudikampir sudah dapat menjalankan aturan-aturan pemerintahan dan wilayah sudah mulai berpenghuni. Penduduk sudah mulai menyebar memenuhi wilayah Sudikampir, sementara salah satu pengikut adik Ky Sudi yang ditinggal di dukuh Doro Payung (Ky.Sembodro) juga sudah membuka pemukiman penduduk karena daerah tersebut strategis letaknya yang dilalui oleh para pelayar yang datang dan menetap disitu, maka jadilah sebuah pedukuhan baru yang berdiri sendiri. Di bukalah persawahan dan perkebunan untuk dijadikan mata pencaharian penduduk di Doropayung. Daerah kekuasaannya ke selatan sampai ke tengah rawa-rawa yang di tumbuhi pohon markaban dan wilayah ke utara sampai perbatasan wilayah Sono/Candiroto dan Tridi sekarang ini.
Pada tahun 1511 M Bumi Nusantara mulai kedatangan para pedagang barat yaitu bangsa Portugis dan Spanyol yang tujuan utama mereka adalah mencari rempah-rempah untuk di kirim ke nagara asal mereka dan di jual ke Benua Eropa, tetapi mereka nampak untung dan kerasan tinggal di bumi Nusantara ini karena banyak rempah-rempah yang mereka maksud dan menghasilkan banyak keuntungan bagi Negara mereka, berbagai perlawanan terhadap mereka pecah di mana-mana sehingga kehidupan bangsa kita menjadi tidak aman lagi dan pemerintahan berjalan tidak stabil, lebih-lebih setelah kedatangan mereka di susul oleh bangsa Belanda pada akhir abad 15, maka terjadi perebutan wilayah Nusantara dan Belanda dapat menguasai berbagai daerah Nusantara.
Dengan masuknya bangsa Belanda yang lebih dulu mendarat di Doropayung maka Laban, Jetak dan Sudikampirpun tidak luput dari mereka. Belanda telah menguasai daerah pinggiran Laut dan bermarkas di Kaliwungu dan mendirikan pabrik Gula dan menyuruh tanam paksa tebu bagi para petani yang memiliki garapan sawah, rakyat dipaksa untuk bekerja pada Belanda, terjadilah perluasan areal pesawahan untuk dapat ditanami Tebu atas tekanan Belanda, rakyat juga di suruh membuat jalan-jalan penghubung wilayah-wilayah kekuasaannya dari Semarang. Kaliwungu lewat Doropayung dan ke barat (Jalan raya yang ada sekarang ini) dan jalan besarpun dibuatnya di jalur pantai utara untuk memperlancar perdagangan bangsa Belanda. Perlawanan yang dilakukan oleh rakyat tidak imbang dengan pasukan dan persenjataan yang dimiliki oleh bangsa Belanda sehingga Doropayung sampai Sudikampirpun di bawah kekuasaan Belanda.
Pemerintahan Sudikampir di bawah kekuasaan Belanda dimulai pertengahan abad ke 17 dimana Belanda menunjuk Centengnya yang asli pribumi yang bernama Kartawi untuk memimpin/menjadi lurah pertama di desa Sudikampir, masa pemerintahnya cukup lama dan pusat pemerintahannya berada diwilayah selatan jauh dari padepokan Kyai Sarah yang sudah meninggal yaitu di Rt 005/005 sekarang.
Kalau dulu dalam kepemimpinan Ky Sarah dan Nyai Beruk rakyat hidup aman,tetapi kebalikannya, di bawah kepemimpinan Kartawi rakyat di paksa untuk menanam tebu dan padi yang hasilnya diperuntukan untuk Belanda, rakyat hanya mendapat bagian sedikit. Rakyat sangat tertekan dan bodoh karena penindasan-penindasan yang dilakukan oleh Belanda dengan tangan kananya Kartawi, pemerintahan itu berlangsung sekitar 50 tahunan. Lurah Kartawi meninggal dan ditunjuk lagi lurah penggantinya yaitu Kaprawi, kepemimpinan Lurah Kaprawi tidak jauh beda malah semakin kacau dan penindasan semakin menjadi, rakyat sengasara tidak ada perubahan sedikitpun, rakyat hanya dipaksa untuk tanam Tebu dan padi tidak ada perkumpulan-perkumpulan antara warga, tidak ada pendidikan sama sekali, itu karena atas tekanan Belanda yang dengan politiknya “Devide At Empira” Lurah Kaprawi tidak bisa berbuat apa-apa untuk rakyatnya. Lurah Kaprawi dibantu oleh asisten pencatat (Carik) pertama yang bernama Sudarso karena Kaprawi tidak bisa baca tulis, pemerintahan Kaprawi dan Sudarso ini berjalan cukup lama. Dulu kepemimpinan/pemerintahan lurah Kaprawi berada di RT 04/04 sekarang
Sementara pemerintah Doropayung semenjak Belanda secara penuh menguasai Kaliwungu. Doropayung menjadi sasaran utama bagi Belanda dan semenjak Ky.Sembodro meninggal dan dimakamkan di pemakaman dimana dulu Salah satu pengikut Ky Sudi dimakamkan di bawah pohon Doro itu yang masyarakat sekarang menyebutnya “Tunggul Desa Sudipayung” di makam sebelah barat jembatan Kali Blorong selatan jalan raya, dan tradisi tahunan yang diadakan untuk mengenang Tunggul Desa Adalah Nyadran/Sawalan setiap tinggal 5 sampai 7 bulan Syawal. Oleh Belanda di tunjuk Lurah pertama yang bernama Kasno dan pada awalnya pemerintahan ini berjalan cukup baik, walaupun lurah Kasno yang ditunjuk adalah tangan kanan Belanda tetapi tidak sepenuhnya menjalankan permintaan Belanda, secara sembunyi-sembunyi melakukan pemboikotan perintah dan penekanan terhadap rakyat tidak dilakukan membabi buta, secara sembunyi-sembunyi pula melakukan perlawanan dengan Belanda. Tetapi kekuasaan Belanda cukup kuat dan proyek yang dikerjakan harus melewati Doropayung adalah pembuatan jalan raya yang dikerjakan harus melewati Doropayung adalah pembuatan jalan raya yang dirasakan berat oleh penduduk, sehingga penduduk yang tidak mau kerja paksa meninggalkan Doropayung, mencari keamanan menurut keinginannya. Dan akhirnya Belanda mengetahui juga bahwa Lurah Kasno kepercayaannya melakukan pemberontakan terhadap Belanda sehingga Lurah Kasno diperhentikan dari jabatannya dan dipegang langsung oleh Belanda sementara waktu. Karena diperhentikan dengan paksa lurah Kasno melarikan diri ke Mangkang dengan membawa uang pajak/upeti dari penduduk.
Oleh Belanda Doropayung digabung dengan Sudikampir. Dengan digabungkannya Doropayung dengan Sudikampir maka terjadilah pesta Demokrasi pertama kali di desa sudikampir untuk menentukan sang pemimpin / lurah. Ini hanyalah siasat yang dilakukan oleh Belanda agar rakyat ke dua desa itu menjadi lega dan merasa diberi keadilan untuk menentukan pilihannya dalam memilih siapa Lurah yang diinginkan. Dan tidak terjadi lagi pemberontakan terhadap Belanda dan mudah pengawasannya.
Dalam pemilihan Lurah itu ada 2 calon yang diusulkan yaitu Setar dan Sunarjo dan pemilihan dimenangkan oleh Setar, namun Setar tidak bisa dilantik sebagai Lurah karena kelicikan dari kubu Sunarjo yang diprakarsai oleh yai Damar ( siapa yai Damar ? ) yai Damar adalah pengikut nyai Beruk sepeninggal Ky. Sarah yang oleh nyai Beruk diberi wasiat sebelum nyai Beruk meninggal, karena nyai Beruk tidak mempunyai keturunan maka semua Pusaka-pusaka peninggalan Ky. Sarah untuk dirawat dan jangan sekali-kali diserahkan orang lain atau dijual walau keadaan sangat sengsara / miskin sekalipun, sebab kalau pusaka-pusaka itu diberikan / dijual ke orang lain maka anak cucu Sudikampir akan hidup serba kekurangan, walaupun berusaha / bekerja hanya pas untuk makan tidak bisa sejahtera. Namun nyai Damar melanggar wasiat nyai Beruk, sebab kondisi pada waktu itu sangat sengsara / kelaparan akibat penindasan bangsa Belanda, pusaka-pusaka itu dijual kepada Lurah Kebonagung yang bernama Jaiz, sehingga Kebonagung menjadi desa yang makmur.
Oleh nyai Damar Lurah terpilh, Setar dilaporkan ke Belanda bahwa Setar seorang yang cacat jasmani / pincang kakinya ( Memang kondisi jalannya pincang ) dan tidak bisa diajak kerjasama dengan Belanda. Akhirnya Belanda mengeluarkan surat untuk Setar yang isinya bahwa Setar tidak bisa dilantik menjadi Lurah sebab cacat jasmani.
Dan yang menjadi Lurah akhirnya Sunarjo dan pusat pemerintahannya berada di Rt.01 Rw.04 dukuh Jetak Sudikampir. Diatas tanah milik pak Sulim ( sekarang ) pemerintahan berlangsung sekitar 60 tahun dan berakhir pada awal abab ke 19, sedangkan pemerintahan ini masih bernama desa Sudikampir.
Pemerintahan Sunarjo tidak membawa perubahan, rakyat masih miskin tidak ada kesjahteraan yang menonjol, bahkan rakyat dibuat miskin sengsara dan bodoh. Sampai Sunarjo meninggal, Meninggalnya Sunarjo membuat kesempatan bagi desa Doropayung untuk menyusun kekuatan lagi guna menguasai pemerintahan maka pada saat itu diadakan pemilihan kedua kalinya dan calon yang dimunculkan hanya satu yaitu Suharjo dengan julukan “ Lurah Langkring ”
Pemerintahan Suharjo membuat peta politik untuk memperkuat kedudukan maka kedua desa dijadikan satu dengan nama “ Desa Sudipayung ” yang diambil dari kata Sudi dan Payung, kata depan Sudikampir dan kata belakang Doropayung. Dan pusat pemerintahannya dialih ke Doropayung bagian utara, pemerintahan Suharjo ini ada suatu kemajuan dengan didirikannya sekolah rakyat ( SR ) setingkat SD hanya 3 kelas. Dan pembangunan yang dilakukan hanya sekitar pemerintahan ( dukuh Doropayung ) Lurah Sunarjo dengan julukan Lurah Langkring membentuk pasukan bawah tanah untuk melawan Belanda walau secara lahiriyahnya Lurah Suharjo tunduk pada Belanda namun bathinya memberontak pada Belanda, namun rupanya rakyat tidak sepaham dengan Lurah langkring Suharjo ini. Sehingga perlawanan yang dilakukan Lurah Suharjo tidak terwujud, Lurah Suharjo adalah Lurah Geng/gento (begitu orang menyebutnya) Pemerintahan ini berakhir pada tahun 1946 setelah kemerdekaan, masa pemerintahan hanya berlangsung kurang lebih 45 tahun. Karena Lurah Suharjo diberhentikan oleh orang Republik karena Lurah Suharjo adalah bayang-bayang dari pemerintahan Belanda.
Untuk mengisi kekosongan jabatan Lurah maka diadakan pemilihan Lurah kedua dari terbentuknya desa Sudipayung, calon ada dua yaitu Muhtarom dari pihak dukuh Sudikampir dan Suwarto dari pihak dukuh Doropayung, tetapi rupanya kelicikan terjadi di pihak Suwarto yang dibantu para pendukungnya yaitu dengan system pemilihan para pemilih baris berjajar urut pada calon yang dipilih. Yang memilih Muhtarom berdiri pada barisan Muhtarom, begitu pula yang memilih Suwarto, ketika Muhtarom banyak pendukung yang berbaris dikelompoknya maka pendukung Suwarto memanfaatkan orang-orang yang baru pulang dari sawah yang dikordinir oleh “ Wak Muh ” pendukung Suwarto untuk ikut berdiri berbaris pada kelompok Suwarto, maka yang menang banyak pendukung adalah Suwarto sehingga yang menjadi lurah dari pihak Doropayung lagi. Namun untuk jabatan carik dijabat dari Sudikampir yaitu carik Syukur. Sepeninggal carik Syukur maka diadakan pemilihan carik yang dimenangkan calon Carik dari Sudipayung yaitu Sudarmiko.
Masa pemerintahan lurah Suwarto terjadi aturan bahwa yang menjadi lurah berlaku system lurah seumur hidup, pemerintahan lurah Suwarto sudah mengalami kemajuan karena berada di alam kemerdekaan, peraturan-peraturan sudah dirintis oleh Republik lambat laun pemerintahan desa sudah terbentuk lembaga-lembaga desa sebagai perwakilan organisasi kepemerintahan desa, sekolah rakyat sudah berganti nama sekolah dasar/SD dan dibangunnya balai desa sebagai pusat pemerintahan untuk menjalankan administrasi peraturan-peraturan pemerintahan dibawah pemerintahan Kecamatan. Balai desa pada waktu itu dibangun di dekat SD 1 Sudipayung sekarang. Dan pada masa ini sudah terjadi KKN, orang-orang dekat pamong desa dan orang-orang yang mempunyai harta/orang kaya mendapatkan tanah bengkok yang pada saat itu berlaku tanah pindah milik dengan sebutan “ Tanah mabur” yang menurut sebagian sumber cerita bahwa tanah mabur ini adalah untuk warga yang tidak mempunyai sawah dan yang bisa membeli dan apabila satu rumah atau suami istri mempunyai bengkok/sawah harus dilepas salah satu, dan kebanyakan yang dilepas sawah milik sang suami dengan alas an kalau sawah milik suami yang dilepas maka si istri tidak bakal di cerai sebab mempunyai bengkok, si suami tidak mempunyai bengkok sehingga tidak berani bertingkah, tepatnya tidak berani menikah lagi.
Pada tahun 1965 menjelang pemberontakan G30S/PKI banyak penduduk Sudipayung yang ikut dalam organisasi terlarang (G30S/PKI) pemerintah sempat kacau dan pada waktu itu para pemuda Ansor yang dikomandani oleh Kyai Muhdlor membentuk Barisan Serba Guna (Banser) untuk melawan orang-orang yang masuk organisasi PKI, dengan dibantu oleh Banser tingkat Kecamatan dan RPKAD/tentara.
Semasa pemerintahan lurah Suwarto sampai berakhir pada tahun 1983 belum banyak bangunan yang dilaksanakan, bangunan yang dilakukan hanya disekitar dukuh Doropayung dan belum menyentuh dukuh Sudikampir dengan bukti pada waktu itu pengerasan jalan di desa Sudikampir tidak ada sama sekali, sehingga bila musim hujan jalan berlumpur selutut kaki orang dewasa, masyarakat belum merasakan arti dari sebuah kemerdekaan.
Pada tahun 1983 Lurah Suwarto meninggal dunia dan diadakan pemilihan lurah, pada memilihan lurah kali ini ada 6 calon yang mendaftar yaitu; Sutopo Pegawai Disbun, Karsono dari Modin I, Sutikno mandor PG Cepiring, Ali B Purnawirawan, Sueb pegawai pengairan dan Supardi seorang petani, setelah diadakan ujian seleksi yang tidak lulus ada dua orang yaitu Sueb dan Supardi yang keduanya berasal dari dukuh Sudikampir.
Pemilihan berlangsung, dari ke 4 calon yang terpilih adalah Sutopo dan dilantik sebagai lurah Sudipayung yang ke 3, dan pemerintahan ini berjalan dengan baik sesuai dengan koridor yang berlaku, karena alam demokrasi sudah berubah dan peraturan-peraturan kepemerintahan sudah diketahui oleh sebagian masyarakat, dan peraturan menjabat lurah sudah ada batasannya yaitu 10 tahun masa jabatan.
Pada pemerintahan Sutopo ini sudah nampak kemajuan pembangunan di bidang ekonomi. Social budaya dan keagamaan, diantarannya kemajuan yang sudah di capai antara lain :
Masa jabatan kepala desa Sutopo selesai tahun 1993 dan selanjutnya diadakan pemilihan. Dan calon yang muncul dua orang yaitu Kumaidi (perangkat desa) dan Suwarno warga biasa dan dimenangkan oleh Kumaidi. Kades Kumaidi meneruskan peraturan pemerintahan yang sudah ada, namun watak dari Kades Kumaidi ini memang keras tidak bisa di tentang oleh siapapun apa yang menjadi kehendaknya, sehingga suasana pemerintahan desa tidak kondusif.Tetapi apabila kehendaknya di ikuti maka apa yang di inginkan akan dipenuhi.
Adapun pembangunan yang telah dicapai dalam pemerintahan Kumaidi adalah sebagai berikut :
Masa jabatan Kades Kumaidi tidak berlangsung lama,karena berembusnya angin reformasi pada tahun 1998, dimana-mana terjadi reformasi/pengadilan rakyat yang mana penurunan jabatan paksa oleh suara rakyat, maka berakibat sampai pada pemerintahan desa yang mana Kades dan Carik sebagai orang nomor satu dan dua dipemerintahan tingkat desa dikoreksi kesalahannya untuk diturunkan dari jabatannya. Maka rakyat bergerak melakukan demo menuntut agar Kumaidi dan Sudarmiko mundur atas tuduhan korupsi yang sebenarnya tidak bisa dibuktikan diatas kertas. Karena pada saat itu kekuasaan ada ditangan rakyat maka kedua orang itu meletakkan jabatan untuk menghindari amukan massa. Pemerintahan Kumaidi hanya berjalan sekitar 3 setengah tahun, maka ditunjuk pegawai Kecamatan sebagai pelaksana tugas sebagai Kepala Desa yang bernama Abdul Kholiq.
Pada bulan Maret 1999 diadakan pemilihan Kepala Desa yang diikuti oleh 2 calon yang keduanya berasal dari dukuh Sudikampir yang bernama Joko Sunardi anak dari H.Sueb yang dulu pernah nyalon Kades, dan Imam Pamuji yang dulu pernah nyalon sebagai Carik melawan Sudarmiko. Dan terpilihlah Joko Sunardi sebagai Kades ke 5 desa Sudipayung.
Sesuai dengan tuntutan jaman yaitu melaksanakan amanat reformasi secara menyeluruh, maka pemerintahan Joko Sunardi melakukan reformasi administrasi terlebih dahulu. Pada tahun 2000 telah dirumuskan beberapa aturan-aturan yang dapat dilaksanakan sesuai dengan keadaan desa Sudipayung, dengan dibentuknya BPD (Badan Perwakilan Desa) yang anggotanya antara lain Moch Sunadi, M.Yasin, Sukamto, Supadi, Jumani,Heri Kusnandar, Sunar, Kasbun, Kyai Abdul Hadi, Kyai Muhlis Musyaffa, Purwoko, B.Asmawi, dan dengan di motori oleh 3 perangkat desa yaitu Kamim (Modin II) Sukrisno (Ymt Sekdes) dan Kusnadi (Kamituwo II) merumuskan beberapa aturan antara lain :
Pada pemerintahan Joko Sunardi ini bangunan dan kegiatan yang terjadi antara lain adalah :
Masih ada beberapa pembangunan yang belum teralisasi diantaranya rehabilitasi sarana fisik kantor Kepala Desa, balai pertemuan/Aula, gedung PKK, maka masa jabatan Kades Joko berakhir pada tahun 2007. Kemudian dilaksanakanpemilihan kepala desa dengan calon tunggal yaitu Sutono putra dari Bapak Sakur terpilih dengan memperoleh suara 90% dari jumlah pemilih.
Pada pemerintahan Sutono ini pembangunan yang terealisasi antara lain adalah :
Merealisasikan kegiatan sosial keagamaan ( HUT RI / Halal Bihalal, Pembagian sembako, slamatan malam Jum’at Kliwon) Masa jabatan Kades Sutono berakhir pada tahun 2013 Kemudian dilaksanakan pemilihan kepala desa lagi dengan calon tunggal lagi yaitu Sutono kembali, sutono terpilih kembali sebagai kades periode yang ke dua.
Di jabatan sutono periode kedua melanjutkan program periode yang pertama dan di tahun 2015 ada program pemerintan SATU DESA SATU MILYAR yaitu dana desa (DD) alokasi dana Desa ( ADD ) Pendapaan Asli Desa ( PAD ) dan Pajak Retrebusi ,Banprop dan Kabupaten/Kota .
Di Tahun 2016 ada peraturan SOTK baru Struktur Organisasi dan Tata Kerja PERMENDAGRI NO.84 tahun 2016 dan Kepala Desa dan Perangkat Desa mendapat penghasilan tetap ( SILTAP ) dan Sekdes Ery Supriyanto di angkat mejadi PNS.
Dengan adanya Program Satu Desa Satu Milyar, sehingga pembangunan di Desa Sudipayung bisa maju sangat pesat terutama di bidang Inspratuktur yaitu semua jalan gang di beton (rabat beton)
Merealisasikan kegiatan sosial keagamaan ( HUT RI / Halal Bihalal, slamatan malam Jum’at Kliwon) Masa jabatan Kades Sutono periode kedua berakhir pada tahun 2019
Selanjutnya diadakan pemilihan kepala Desa secara serentak se kabupaten Kendal pada tahun 2020 di Desa Sudipayung ada lima calon: (1) Rt 03/04 Sdr. Yanto (2) .Rt. 02/03 Sdr.Roji’in (3) Rt.03/03 Sdri Kusrini (4) Rt.04/03 Sdr.Nadhirin (5) Rt.01/05 Sdr.Yusuf dan dimenangkan oleh Sdr.Yusuf dari Rt.01/05 Dukuh Sudikampir
Demikian penuturan babad tanah Desa Sudipayung dalam rangkuman sejarah
Jabatan Kades Sudipayung mulai 1916 – Sekarang
|