SEJARAH DESA PERON KECAMATAN SUKOREJO KABUPATEN KENDAL
Desa Peron adalah salah satu desa yang terletak di Kecamatan Sukorejo Kabupaten Kendal Propinsi Jawa Tengah. Bagaimana catatan sejarah pertama kali Desa yang berada di wilayah kawedanan Selokaton ini kemudian diberi nama Desa PERON?
Sampai saat ini belum ada sumber yang bisa menguraikan sejarah tersebut. Namun kita sebagai generasi penerus di Desa merupakan suatu keharusan untuk selalu mengenang dan mengerti juga selalu mengingat akan perjuangan-perjuangan orang - orang terdahulu. Tidak lepas dari suatu kemajuan peradaban pada umumnya, tentunya desa Peron juga mengalami perubahan dari masa ke masa, semua itu adalah anugerah dari Alloh S.W.T dan hasil dari perjuangan para pemimpin, dan para tokoh/pejuang masa dulu. Salah satu pejuang yang sampai sekarang makamnya selalu ramai diziarahi oleh warga desa dan warga sekitar adalah Makam Waliyullah Mbah Kyai Cawis Sirojudiin,
Berikut adalah sedikit uraian sejarah mengenai Mbah Kyai Cawis Sirojuddin yang penulis rangkum dari cerita Sesepuh dan Para Ulama Desa Peron.
Setiap bulan Muharram atau sasi Syuro di Desa Peron kecamatan Sukorejo, Kendal, digelar acara khoul di maqbarah desa tersebut. Acara diawali dengan pembacaan surat Yasin dan Tahlil yang dikhususkan untuk “Mbah Cawis”. Siapa sebenarnya “Mbah Cawis” yang nama aslinya Syirojudin ? Berikut sedikit sejarah tentang Mbah Cawis atau Syirojuddin.
Berdasarkan keterangan Kyai Haji Abdussalam selaku sesepuh Ulama Desa Peron, mbah Cawis adalah nama samaran, nama asli mbah Cawis yakni Syirojudin. Mengapa harus menyamarkan namanya tentu ada tujuan tertentu. Kyai Abdussalam menuturkan bahwa mbah Cawis Syirojudin sebenarnya masih keturunan Sunan Ampel dan Prabu Brawijaya 5.
Penjelasan kyai Abdussalam didukung data yang disodorkan Kyai Kasri, rais syuriyah PR NU desa Peron. Kyai Kasri menunjukan foto copy yang dilaminating yang berisi silsilah Sunan Ampel dan Prabu Brawijaya 5 yang kalau dirunut ke bawah sampailah kepada mbah Cawis Syirojudin. Dibalik lembaran itu ditulis keterangan dari mana mbah Cawis Syirojudin berasal dan bagaimana ia bisa sampai desa Peron Sukorejo.
Brosur tersebut ternyata ditulis oleh KHR khumaedullah pengasuh pondok API Jetis Pakisan Patean, salah satu mustasyar PCNU Kendal pada tanggal 23 Desember 2011. Dalam brosur juga diberi keterangan bahwa beliau menulis silsilah itu karena permintaan masyarakat desa Peron.
Jika mengamati gelar KHR (Kyai Haji Raden) yang menyemat pada sesepuh masyarakat eks kawedanan Selokaton itu dan menyandingkan dengan silsilah tersebut, maka jika silsilah diteruskan akan sampai juga pada kyai Khumaidullah karena beliau putra KH. Abdul Jabar.
Dalam tulisan KHR. Khumaedulloh tersebut diceritakan setelah perang Diponegoro berakhir dengan ditangkapnya Pangeran Diponegoro di Magelang. Banyak pengikut pangeran Diponegoro yang melarikan diri karena dikejar-kejar Belanda. Salah satunya mbah Mertogati dan putranya Syirojudin dari Palar Boyolali. Mertogati kemudian menyamar dan mengganti nama menjadi Abu Sareh (kyai Abu Sareh) dan Syirojudin mengganti nama menjadi Cawis. Dalam pelarian keduanya sampailah di dusun Kepatihan kecamatan Tersono, Batang.
Pada waktu itu di Selokaton Sukorejo tepatnya dusun Biron ada seorang penasehat demang yaitu mbah wali Babirullah yang kemudian dikenal dengan nama mbah Wali Biru. Mbah Cawis sering sowan ke Biron untuk minta nasehat.
Suatu saat Bupati Kendal memberi intruksi Demang Selokaton agar mengangkat beberapa penewu (semacam juru tulis/sekretaris). Atas saran mbah Babirullah, Cawis kemudian diangkat menjadi Penewu pada tahun 1836 di desa Peron (sebelah Selatan desa Selokaton berjarak sekitar 3 km). Hingga akhir hayatnya mbah Cawis yang kemudian dikenal dengan mbah Cawis Syirojudin meninggal dan dimakamkan di desa Peron.
Itulah sepenggal sejarah lokal di desa Peron Sukorejo yang perlu diketahui agar masyarakat memahami mengapa diadakan acara khoul setiap bulan Muharram di desa tersebut. Wallahu a’lam bishowab.