Berdasarkan cerita tutur tinular yang berupa penggalan-penggalan sejarah yang diceritakan oleh para sesepuh desa atau orang yang terdahulu tinggal di desa berhasil dirangkai sebuah rangkaian cerita sejarah terkait dengan asal muasal dan keberadaan Desa Singorojo dalam rangkaian bahasa tutur.
Sesungguhnya sejara Desa Singorojo dan sejarah dusun-dusun yang berada di dalam Desa Singorojo tidak dapat di pisahkan dengan cerita Babad Tanah Kendal dan sejarah terbetuknya desa-desa lain yang ada di sekitar Desa Singorojo maupun sejarah perjuangan nasional Indonesia karena di dalamnya memuat berbagai bentuk perjuangan dan perlawanan rakyat terhadap keberadaan penjajah di Indonesia.
Berdasarkan cerita yang dapat kami himpun dari sesepuh yang ada di Desa Singorojo, tanah Singorojo ditemukan pada masa kekuasaan Kasultanan Jogjakarta Hadiningrat yang pada saat itu dibawa pimpinan raja Sang Prabu Sri Sultan Hamengkubuwono ke III dan pada masa itu diutus 2 (dua) orang prajurit pilihan yaitu Ki Bau Sentono dan Ki Jogo Waseso bersama istri-istrinya masing-masing yang di dampingi oleh beberapa orang prajurit kerajaan dengan tugas untuk menjaga perbatasan wilayah utara yang tepatnya sekarang di Karang Talun masuk wilayah Desa Ngaliyan Kecamatan Candiroto Kab. Temanggung.
Ki Jogo Waseso menetap di Karang Talun bersama istrinya dan Ki Bau Sentono bersama istrinya Sri Ratu menyebrang sungai Bodri menuju hutan belantara yang ada di seberangnya yang sekarang jadi Desa Singorojo untuk mengembangkan wilayah dengan modal keberanian dan kemampuan sebagai seorang prajurit pilihan beliau menjejakan kakinya di hutan belantara yang belum terjamah oleh orang karena dihuni oleh banyak binatang buas yang salah satunya adalah Singa dengan pemimpin yang terkenal julukan namanya Ratu Sumbowo.
Singkat cerita Ki Bau Sentono tidak berdaya menghadapi raja singa ( Ratu Sumbowo ) bertemulah dengan rombongan Ky. Siti Joyonoto, Sunan Andriyani, Pangeran Samudro dan Madyan dari kasunanan Cirebon yang hendak ke Tempuran untuk menemui Ky. Duk Seno, dan Ki Bau Sentono menceritakan bahwa di hutan belantara itu ada raja singa yang sangat berbahaya dan beliau tidak berdaya untuk mengalahkannya, karena rasa penasaran akan kekuatan dari raja singa itu maka atas ijin Ki Bau Sentono, Ky. Siti Joyonoto akan mencoba melawan raja singa itu, alhasil dengan kemampuan ilmu agama islam dan atas ijin Alloh SWT, Ky. Siti Joyonoto mampu untuk menundukkan raja singa itu tanpa banyak perlawanan, karena Ky. Siti Joyonoto yang mampu mengalahkan raja singa itu maka Ki Bau Sentono menyerahkan wilayah hutan belantara itu kepada Ky. Siti Joyonoto dan selanjutnya oleh Ky. Siti Joyonoto diberi nama Hutan Singorojo ( sekarang Desa Singorojo ) artinya hutan bekas tempat kekuasaan Raja Singa dan Ky. Siti Joyonoto diberi
julukan oleh Ki Bau Sentono dengan sebutan Ky. Rompak Boyo yang artinya Rompak adalah mampu mengalahkan dan Boyo artinya bahaya dan Rompakboyo artinya orang yang mampu mengalahkan raja singa yang berbahaya.
Maka sejak itu Ky. Siti Joyonoto alias Ky Rompakboyo menetap dan membabat tanah Singorojo menjadi sebuah perkampungan bersama teman-teman se rombongannya dan menyebarkan agama islam sehingga terkenal dan terdengar sampai ke warga desa sekitarnya sehingga banyak warga desa sekitar yang datang berguru agama islam hingga sampai menetap di tanah Singorojo dan setelah beberapa tahun kemudian datanglah 2(dua) orang suami istri teman seperguruan Sang Ky. Rompakboyo dari Kasunanan Cirebon yaitu Ky. Renggut dan istrinya Ny. Remeng dan akhirnya untuk memperluas wilayah dan demi tersebarnya penduduk maka Ky. Rompakboyo memperbolehkan teman seperguruannya tersebut menetap di wilayah kekuasaannya dengan syarat harus membuka dan membabad 2 (dua) hutan Kemiri yang terletak di sebelah utara perkampungan tanah Singorojo untuk di tempatinya.
Mulailah Ky. Renggut dan istrinya Ny. Remeng hari demi hari membuka dan membabad 2 (dua) hutan Kemiri seperti yang diperintahkan oleh Ky. Rompakboyo sampai selesai dan dapat ditempati sebagai perkampungan, karena 2 (dua) hutan Kemiri itu dibatasi oleh sungai Senongko yang luasnya berbeda maka oleh Ky. Renggut dan Istrinya di beri nama Kemiri Ombo (luas) dan Kemiri Ciut (sempit) dan sekarang menjadi Dusun Kemiri Ombo dan Dusun Kemiri Ciut.
Wilayah bumi Singorojo semakin terkenal dengan para ulamanya sehingga tersohor sampai kebeberapa wilayah di sekitar sehingga banyak warga yang berdatangan untuk berguru dan banyak juga yang menetap untu tinggal di bumi Singorojo serta dua perkampungan yang baru di buka oleh teman seperguruannya dan tak lama kemudian datanglah seorang perempuan janda bersama seorang anak laki-lakinya bernama Raden Panji agar diperbolehkan untuk membuka serta membabad hutan Dadap yang berada di sebalah utara jauh bumi Singorojo sebagai tempat tinggalnya dan Ky. Rompakboyo dengan segala kearifannya mempersilakan hutan Dadap tersebut dibuka dan untuk ditempati sambil berharap suatu saat nanti menjadi sebuah perkampungan, setelah beberapa tahun kemudian harapan Sang Ky. Rompakboyo terwujud hutan Dadap tersebut ramai banyak ditempati oleh warga pendatang dan atas seijin Sang Ky. Rompakboyo hutan Dadap tersebut oleh Mbok Rondo (sebutan Sang Janda) dan anak laki-lakinya Raden Panji di berinama Kampung Dadapan (yang sekarang menjadi Dusun Dadapan) artinya kampung bekas hutan Dadap.
Jauh sebelum 2(dua) hutan Kemiri dan hutan Dadap menjadi sebuah perkampungan, tepatnya di sebalah barat kampung Dadapan di pinggiran sungai Bodri telah hidup 2 (dua) orang yang selalu berebut kekuasaan untuk menguasai bumi pinggiran sungai Bodri tersebut, pada saat 2(dua) orang dikdaya itu bertarung untuk merebutkan wilyah tersebut datanglah seorang pengembara perempuan muda yang sedang mencari suaminya, perempuan pengembara itu berjuluk Nyi Arum, karena melihat 2(dua) orang yang sedang berkelahi itu maka Nyi Arum mencoba untuk mendamaikan pertarungan itu, alhasil dengan segala daya pesona dan kelembutan hati serta budi yang tinggi maka Nyi Arum
berhasil mendamaikan 2(dua) orang dikdaya tersebut sampai sanggup hidup rukun secara berdampingan menguasai wilayah tersebut maka oleh Nyi Arum tempat itu diberinama Taruman yang artinya bahwa ada 2 (dua) orang yang bertarung dan dapat didamaikan oleh seorang perempuan pengembara namanya Nyi Arum (sekarang Dusun Taruman).
Ki Bau Sentono setelah menyerahkan wilayah hutan Singorojo sepenuhnya kepada Ky. Rompakboyo, Ki Bau Sentono melanjutkan perjalan ke arah timur menaiki perbukitan di sebelah timur hutan Singorojo dan ditengah perjalanan beliau menemukan sungai kecil dengan air yang sangat sejuk dan jernih sambil beristirahat bersama istri karena lelah berjalan maka Ki Bau Sentono menyempatkan diri untuk meminum dan membasuh mukanya dengan air sungai tersebut dan setelah itu yang dirasakan oleh Ki Bau Sentono merasa lebih lega/adem (Bhs. Jawa) seolah-olah telah terlepas dari beban berat pikiran dan masalah maka sungai tersebut di beri nama oleh Ki Bau Sentono dengan nama Kali Adem (Sejuk) artinya bahwa siapa dan orang darimana saja apabila melewati dan mau mengambil airnya untuk membasuh muka dan meminumnya akan terasa lebih sejuk dan tenang.
Ki Bau Sentono terus melanjutkan perjalanan menelusuri aliran sungai kali Adem tersebut menaiki bukit ke arah timur beliau menjumpai 2 (dua) buah mata air yang airnya sangat melimpah ruah dan lingkungannya sangat asri dengan telaga yang airnya sangat jernih sekali maka mata air tersebut diberi nama mata air telaga sehingga Ki Bau Sentono berniat untuk menetap dan mendirikan sebuah padepokan di sekitar mata air telaga di dekat sebuah batu besar yang menyerupai lumbung ( tempat penyimpanan padi ) maka di tempat itu diberi nama Padepokan Watu Lumbung, setelah sekian lama menetap di padepokan Watu Lumbung tempat tersebut menjadi rama banya orang yang berdatangan untuk berguru kepada Ki Bau Sentono namun tidak ada salah satu muridnya yang menetap di lokasi padepokan Watu Lumbung sehingga sekarang tinggal cerita dan makam Ki Bau Sentono pun hilang di telan masa.
Setelah Ky. Siti Joyonoto alias Ky. Rompakboyo berhasil membabad hutan Singorojo dan sekitarnya ( hutan Kemiri dan hutan Dadap ) menjadi sebuah perkampungan yang ramai, 3 (tiga) orang teman Ky. Rompakboyo berpamitan untuk melanjutkan perjalanan menuju ke padepokan Ky. Dukseno sambil menelusuri aliran sungai Bodri ke arah atas (timur laut), dan ke 3 (tiga) orang tersebut menemukan suatu tempat yang berada di lereng bukit curam / jumbleng (jawa) maka beristirahatlah ke 3(tiga) orang tersebut, dari ketiganya ada yang tertarik untuk menetap karena dirasa tempat tersebut sangatlah cocok untuk tempat pertanian dilihat dari melimpahnya air dari mata air dan tanahnya kelihatan sangat subur, yaitu Sunan Andriyani dan sejak saat itu tempat menetaplah beliau disana seorang diri tanpa ditemani teman maupun istri dan tepat itu diberi nama Jomblang yang artinya sesuai dengan lokasinya yang berda di lereng bukit curam/jumbleng tersebut dan Sunan Andriyani di beri julukan Ky. Manis karena orangnya yang tampan dan manis.
Seiring dengan perkebangan jaman dan pergeseran waktu serta perjuangan Bangsa Indonesia maka terbentuklah sebuah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang lengkap dengan Pemerintah Negara Indonesia maka kampung-kampung kecil tersebut dibentuk dan digabung menjadi sebuah Pemerintah Desa yang diberi nama Desa Singorojo dan di Desa Singorojo pula sebuah Pemerintahan Kecamatan Singorojo yang pertama kali di bentuk dan bertempat di Desa Singorojo yang membawahi 14 Desa, namun karena pertimbangan letak geografis wilayah Kecamatan Singorojo maka akhirnya Pusat Kantor Kecamatan Singorojo di pindahkan ke Desa Ngareanak yang lebih strategis dan terarah.
Setelah terbentuk sebuah Pemerintahan Desa Singorojo sampai sekarang Desa Singorojo pernah di pimpin oleh 11 ( sebelas ) orang pemimpin termasuk Kepala Desa yang diantaranya sebagai berikut :