Pada tahun 1927 diadakan musyawarah antar dukuh yang salah satu agendanya membahas penggabungan ketiga dukuh dan kelima blok menjadi satu kelurahan.
Dicatat dalam sejarah bahwa Kepala Desa yang memimpin pada masa itu adalah Wongso Parman. Perencanaan tersebut terus bergulir di masyarakat hingga pada tahun 1930 kesepakatan penggabungan tiga dukuh dan kelima blok persawahan telah mendapat persetujuan dari masyarakat.
Dengan dihadiri oleh mantri klasir yang bernama Tawil maka ketiga dukuh ( Triman/Kamal, Ngablak dan Lumbu ) serta kelima blok perswahan (Putat Sewu, Santri Bagus, Gumuk Bersih, Kebo Kuning dan Seglendeng) di sahkan menjadi satu kelurahan Lumansari dengan nomor 55 sampai Sekarang.
Lumansari merupakan penggabungan tiga dukuh dan lima blok persawahan, masing-masing dukuh dan blok mempunyai cerita babad sendiri-sendiri yang sampai sekarang masih melekat dihati masyarakat .sebelum melangkah lebih jauh tentang Lumansari maka sebaiknya kita simak penuturan para sesepuh desa tentang terjadinya 3 dukuh dan 5 blok persawahan di Lumansari.
⇒ Terjadinya Dukuh kamal
Mula-mula ada dukuh yang terpencil yang bernama Triman dan letaknya di sebelah timur kali blukar, di dukuh tersebut tinggal para sesepuh desa yang bernama Eyang Lastro dan Ibrahim (keduanya dari Yogyakarta). Penampilan beliau yang berwibawa membuat kedua orang tersebut menjadi panutan dan pengatur masyarakat pada waktu itu. Kedua orang inilah yang diyakini masyarakat setempat sebagai peletak cikal bakal dan pengatur dukuh Triman.
Pada suatu hari ada seorang wanita desa sedang mencuci beras di tepi sungai, tiba-tiba orang tersebut menjerit dan kemudian hilang,masyarakat panik mencari kesana kemari,kejadian tersebut kemudian di laporkan pada Eyang Lastro dan Ibrahim sampai akhirnya di peroleh keterangan yang pasti bahwa wanita tersebut dimakan buaya.
Kejadian tersebut membuat kedua tokoh itu berpikir panjang bagaimana caranya agar masyarakat di sini aman. Kemudian diadakan musyawarah dan persetujuan bersama, akhirnya diputuskan harus pindah di sebelah barat sungai blukar dan membuka lahan baru. Lambat laun wilayah itu bertambah penduduknya dan kedua tokoh tersebut kembali mengumpulkan penduduk untuk musyawarah memberi nama dukuh yang mereka tempati. Namun sebelum musyawarah di mulai Eyang Lastro berkeliling terlebih dulu melihat situasi,perhatian tertuju pada bekas tebangan kayu yang mulai tumbuh daun-daun muda. Dalam usaha mencari ilham inilah beliau mengarang lagu yang berbunyi Roning Kamal, Putro Resi Sokolimo, Mumpung Anom, Ngudio Laku Utomo, yang berarti daun muda,putra sesepuh besatu bergotong royong membangun untuk menuju cita-cita, masih muda carilah jalan kebenaran,wilayah itu kemudian dinamakan dukuh Kamal.
⇒ Terjadinya Blok Putat Sewu
Setelah mendiamai tempat yang baru dengan aman tentram, pemikiran berkembang bagaimana mencari bekal hidup. Mereka melakukan penebangan lagi ke arah barat dengan harapan lahan tersebut bisa digunakan untuk areal pertanian. Penebangan dilakukan di areal hutan-hutan putat yang jumlahnya ribuan. Secepat dan sesegera mungkin agar dapat ditanami dan diambil hasilnya untuk kebutuhan hidup. Setelah semua selesai kemudian mereka menghadap mbah Lastro untuk melaporkan hasilnya, hutan yang telah selesai ditebang, oleh mbah Lastro di beri nama Blok Putat Sewu.
⇒ Terjadinya Dukuh Lumbu
Kyai Perbuan yang mempunyai murid atau santri pinunjul yang bernama Begananda dan Raden Buntas Putra Kayi Truko,pada suatu hari berbincang-bincang membahas kelangsungan hidup Kyai dan para santrinya. Keterbatasan kebutuhan hidup yang makin menipis melahirkan gagasan yang tidak baik untuk mencuri kayu di Sojomerto.
Setelah sampai di Sojomerto keduanya melihat lumbung tempat menyimpan makanan, dalam benak mereka lumbung tersebut pasti berisi padi. Karena tujuannya sudah matang mencuri, maka dibawalah lumbung tersebut ke arah barat. Dalam upaya pelarían membawa lumbung tersebut keduanya beristirahat di tepi rawa di bawah pohon besar dan akhirnya ketiduran.setelah terbangun begananda bersabda ( sesuk rejaning jaman wit iki tak jenengke wit IPIK) berasal dari istilah Leren Pik ( istirahat dulu).
Perjalanan dilanjutkan ke arah timur, karena waktu menjelang subuh keduanya memeriksa lumbung tersebut yang nyatanya kosong. Lumbung dibuang dengan berkata bila rawa itu besuk jadi desa dan dihuni manusia maka kunamakan desa Lumbu (berasal dari Lumbung).
⇒ Terjadinya Blok Santri Bagus
Setelah membuang lumbung dan bersabda , keduanya meneruskan perjalanan ke timur, malam mulai bergulir mendekati subuh. Baru berjalan beberapa langkah ditengah-tengah bulak keduanya mendengar suara seorangmengaji yang suaranya bagus sekali. Keduanya bersabda besok rejane jaman tanah ini saya namakan Santri Bagus.
⇒ Terjadinya Blok Gumuk Bersih
Perjalanan dilanjutkan menuju ke arah tenggara sambil mengamati kanan kiri , keduanya melihat sesuatu mirip dengan gunung tapi kecil, dan Begananda dan Raden Buntas menghampirinya, ternyata setelah di amati dari dekat bukan gunung melainkan Gumuk yang sekitarnya bersih, dan keduanya menamakan tempat tersebut Gumuk Bersih.
⇒ Terjadinya Dukuh Ngablak
Pada masa berakhirnya perang diponegoro (1825 - 1830 ), telah ditangkap Kyai Mojo dan Sentot Ali Basa, praktis membuat para prajurit banyak kehilangan arah/panutan, salah satunya Mbah Jaet yang hanya mengikuti kemana kaki melangkah. Akhirnya Mbah Jaet dan teman-temannya tiba di dukuh Lumbu, beliau dan teman-teman bermaksud membuka lahan baru untuk tempat tinggal di sebalah utara yang masih berupa hutan belantara dan rawa-rawa. Dan mereka sepakat memberikan nama tempat tersebut Ngablak ( yang berarti asal mereka dari Ngablak ,MAGELANG,,Yogyakarta).
⇒ Terjadinya Blok Seglendeng
Sebagai bekal hidup setelah menetap di dukuh Ngablak, maka disiapkan lahan baru yang berada di sebelah barat dukuh Ngablak. Lahan tersebut masih berupa hutan klampis yang banyak durinya. Apa mau dikata walau berat demi kelangsungan hidup mereka tetap maumelaksanakan dengan perasaan grundel (ngomel). Banyaknya orang yang grundel saat melaksanakan pembersihan lahan, maka sawah tersebut di namakan seglendeng.
⇒ Terjadinya Blok Kebo Kuning
Dirasa belum mendapat bagian untuk bekal hidup, maka pembukaan lahan sawah diteruskan ke sebelah barat,kali ini pembukaan lahan sawah bareng-bareng dengan warga dukuh Lumbu dengan penuh semangat di pandu sesepuh Lumbu dan Ngablak dengan iming-iming akan si sembelihkan kerbau. Sebagai rasa syukur dan memenuhi nadhar atas selesainya pembukaan lahan tersebut di sembelih seeokor kerbau kuning (Kebo Bule), kepalanya ditanam di tengah sawah tersebut. Dan kemudian sawah tersebut di namakan Blok Kebo Kuning.
Berikut Nama-nama Kepala Desa Lumansari dari tahun ke tahun
No
|
Periode
|
Nama Kepala Desa
|
Keterangan
|
1
|
1946 s/d 1980
|
Karyadi
|
|
2
|
1981 s/d 1997
|
Soemanto
|
|
3
|
1998 s/d 2004
|
Kamyono
|
|
4
|
2005 s/d 2011
|
Basuki
|
|
5
|
2013 s/d 2019
|
Kasnari
|
|
6
|
2020 s/d 2026
|
Kasnari
|
|