Konon dimasa Kerajaan Mataram pada masa Raja Sultan Agung dimana pada waktu itu Mataram melakukan penyerbuan Belanda ke Batavia. Pada penyerbuan yang pertama mataram mengalami kegagalan. Kegagalan ini tidak membuat mataram menjadi jera. Belajar dari kegagalan itu maka mataram mengatur strategi dan menyiapkan prajurit dan bala tentara untuk menyerbu penjajah Kolonial Belanda di Batavia ( sekarang Jakarta ). Tapi penyerangan yang keduapun mengalami kegagalan lebih parah lagi karena Mataram kalah dalam melawan Belanda.
Kekalahan Mataram ini disebabkan karena dari bangsa kita sendiri ada yang menjadi penghianat. Rencana penyerbuan ini telah diketahui Belanda dan tempat – tempat lumbung – lumbung padi yang tersebar diseluruh penjuru dari mataram hingga Batavia untuk perbekalan perang juga telah diketahui Belanda. Pada saat Mataram berangkat melakukan penyerbuan ke Batavia, maka Belanda bertindak sangat cepat, semua lumbung padi untuk perbekalan perang tentara Mataram dihancurkan semuanya oleh Kolonial Belanda. Tentara Mataram yang mengalami kelaparan dan terserang penyakit karena kekurangan makanan ( kelaparan ) tinggal sedikit tentara yang mampu sampai ke Batavia.maka tanpa perlawanan yang berarti Belanda mampu mengalahkan mataram. Banyak tentara mataram yang gugur dalam peperangan tersebut dan sebagian lagi mundur melarikan diri. Dalam perjalanan pulang kembali ke Mataram, setelah menghadapi peperangan terdapat seorang yang bernama Suryo Joyo Sentono ( tentara mataram ) mengalami kelaparan dan tidak mampu melanjutkan perjalanan kembali ke mataram. maka Suryo Joyo Sentono singgah di Desa Dempelrejo. Ternyata dia bukanlah orang pertama kali singah disini, karena sudah ada seorang bernama Mbah Rekso Dipuro yang bergelar Den Bagus Sinang Demang Pesawahan. Konon menurut sesepuh Desa Dempelrwjo , bernama Mbah Bari dan Mbah patawi ( mantan jogo boyo desa Dempelrejo ), juga menurut cerita tutur tinutur mbah Rekso Dipuro ( Den Bagus Demang Pesawahan ) adalah salah satu putra Sunan Bromo yang dikebumikan di Depok bebegan Boja, sampai saat ini makam Sunan Bromo pada malam Jum’at kliwon ramai diziarahi orang dari luar daerah. Dalam persinggahan tersebut Pangeran Joyo Sentono dan Mbah Rekso Dipuro membuka lahan pertanian di desa ini. Dua orang inilah yang bubak yoso ( bubak alas ) di Desa Dempelrejo, dan dua orang tersebut tinggal di desa ini. Selama tinggal da Desa Dempelrejo Pangeran joyo Sentono mencari 2 ( dua ) orang keponakan yang juga sama – sama tentara Mataram, dan juga berangkat bersama ke Batavia melawan Belanda. Dalam pencarian tersebut Pangeran joyo Sentono menemukan jejak 2 orang keponakannya yaitu Pangaran pitono ( Krapyak Mijil Magangan ) dan Pangeran Suntono ( Pangeran welan ), maka Pangeran Joyo Sentono pergi ke Krapyak ( Magangan ) sekarang desa Jatirejo dan Welang ( Tunggulsari ). Ternyata sampai disana dia mendapatlan kabar kalau 2 ( dua ) orang keponakannya tersebut sudah meninggal, tapi tidak menemukan kuburan 2 orang keponakannya. Maka Pangeran Joyo Sentono pulang kembali ke Desa ini, dan sampai di rumah ditanya oleh Mbah Rekso Dipuro, Apa bertemu dengan 2 orang keponakannya , Mbah Suryo Sentono berkata “ tak golekana kaya clorak masa temua “biar dicari seperti clorak ( binatang kecil sejenis keong ) ngak akan ketemu. Maksud dari kata – kata tersebut adalah “ Walaupun dicari keujung dunia di singahi daerah – daerah terkecil sekalipun tak akan bertemu, karena 2 orangn keponakannya sudah meningal dunia. Mendengar ucapan dari Mbah Joyo sentono tersebut mbah Rekso dipuro berkata “ Nanti kalau ada maju / jayanya jaman daerah ini saya beri nama Klorak ( berasal dari kata Clorak ) sekarang dusun Klorak. Sedangkan sejarah Desa Tridi ( sekarang dusun Tridi ) menurut sumber yang tidak mau disebutkan namanya, bahwa cikal bakal dusun Tridi adalah seorang pendatang dari karisidenan Kedu bernama Mbah Sipah yang memiliki 3 orang anak yaitu 1. Mbah Sajid menetap di Sukodono hingga akhir hayatnya dan dimakamkan di Sukodono; 2.mbah Mad Nur ( Muhammad Nur ) memiliki anak yang bernama Toyiban yang menetap di Sukodono, Mbah Mad Nur sendiri dimakamkan di Dusun Tridi; 3.Mbah Ishak memiliki 2 ( dua ) orang anak bernama Den Agus dan Mas Agus. Den Agus sendiri semasa kecil kecil sudah muqsa ( tidak diketahui dimana rimbanya ) sedangkan Mas Agus ( Yai Agus) memiliki putra bernama Kastubi. Karena Mbah Sipah memiliki tiga anak maka desa tersebut diberi nama desa Triwidi. Berasal dari kata tri : tiga , widi / widji artinya cikal bakal, maka Mbah rekso Dipuro mengatakan nanti kalau ada majunya jaman Desa ini saya beri nama triwidji / triwidi yang artinya bahwa desa ini berasal dari 3 keturunan tiga orang anak Mbah Sipah Mbah Sipah tersebut memiliki watak yang berbeda. Mbah Sajid senang mempelajari ilmu kesaktian / kedigjayan. Dia berguru sampai ke seluruh daerah untuk mendapatkan guru guna belajar ilmu kadigjayan, dia memiliki ilmu rawa rontek ( aji panca sona ) yang sangat ampuh sekali. Konon menurut cerita orang yang memiliki ilmu tersebut bila badannya dipotong – potong menjadi beberapa bagian akan utuh kembali seperti sediakala tanpa luka sedikitpun . Sedangkan Mbah Mad Nur mempelajari ilmu kewalian. Tabiatnya halus lembut dan bersahaja. Berbeda jauh dengan kakaknya Mbah Sajid. Sedangnkan Mbah Ishak senang mempelajari ilmu agama dan ekonomi , makanya semasa hidupnya dia memiliki banyak santri, yang juga mengajarkan ilmu ekonomi kepada santri – santrinya. Mbah Ishak memiliki 2 orang anak bernama Kastubi dan Sudarsi, Inilah cikal bakal pemimpin di Desa Dempelrejo. Karena Kastubi adalah Kepala Desa ( periode 1945 – 1949 ) sedangkan Sudarsi semasa hidupnya menikah dengan seorang pria asal Singorajo bernama Margito dan melahirkan beberapa orang anak salah satunya bernama Kiswanto ( kepala desa ) sekarang. Sedangkan Desa Dempel ( atau Dusun Dampal ) bermula dari seorang pendatang bernama Mbah Sumi yang kebingungan tidak mempunyai tempat tinggal dan dia disuruh menetap di desa ini oleh Mbah Rekso Dipuro. Saat itu Mbah Suryo Joyo Sentono mendengar percakapan antara Mbah Rekso Dipuro dan Mbah Sumi. Mbah Rekso Dipuro mengatakan pada Mbah Sumi .” sudahlah dari pada kamu tidak mempunyai tempat tinggal kamu ndempel saja disini. Mendengar ucapan tersebut Mbah Suryo Joyo Sentono berkata nanti seiring dengan kemajuan jaman desa ini saya beri nama Ndempel. Seiring perkembangan jaman, Belanda mulai merambah Desa ini, melihat kesuburan tanah pertanian di desa ini, maka Belanda membuat bendungnan di desa ini persisnya sekarang ini adalah di sawah Bonda Desa Klorak ( sebelah utara rel kereta api) Untuk mengangkut hasil pertanian dari desa ini Belanda membangun sarana tranportasi dengan membuat jalan lori ( rel untuk lokomotif ) pada tahun 1825. lokomotif ini bahan bakarnya masih menggunakan kayu baker atau ampas dari tebu yang diambil gulanya. Pada awal abad ke 20 masyarakat desa ini peradapannya sudah mulai maju dan sudah mengenal tata ekonomi dan tata pemerintahan. Maka pada tahun 1919 tiga desa yaitu Desa Klorak, Desa Dampal, Desa Tridi bergabung menjadi satu menjadi Dempelrejo dibawah kepemimpinan kepala desa bernama Sudiro. Dan dibawah kepemimpinannya dibangun SR ( Sekolah Rakyat ) sekarang SD, tapi hanya sampai kelas dua saja. Pada masa kepemimpinan Bapak Sudiro ini. Belanda mulai membangun sarana dan prasarana perhubungan di wilayah ini . Maka setiap orang yang sudah mendapatkan bengkok , tua atau muda harus ikut kerja paksa ( rodi ) . Kantor pemerintahan Desa Dempelrejo bertempat dirumah Bapak Sudiro ( sekarang tanah tersebut menjadi milik Utomo bin Busri, sebelah selatan Pak carik Sugiyono ). Bapak Sudiro sendiri mempunyai seorang anak bernama Singorejo . Bapak Sudiro menjabat menjadi Kepala Desa Dempelrejo sampai akhir hayatnya, tahun 1930 dan dimakamkan di Klorak. Tapi sayangnya bangunan tersebut sekarang ini sudah tidak ada, baru tahun 2005 kemarin rumah mantan kades ( Sudiro, Singo, Sutomo ) di bongkar dibeli oleh Camat Patebon sekarang. Konon katanya Utomo yang menempati rumah itu bersama keluarganya sering diganggu mahluk halus penghuni rumah itu , makanya Utomo tidak berani menempati rumah itu , Tapi sisa – sisa bangunan itu masih jelas walau hanya tinggal pondasi saja. Pada tahun 1930 diadakan pemilihan kepala desa oleh Pemerintah Hindia Belanda dan dimenangkan oleh Singorejo putra Sudiro. Pada masa kepemimpinannya dilakukan pembagian tanah secara cangkok sangkir. Dimana tanah / sawah Trididiperuntukkan orang Tridi, sawah Dampal hanya untuk Orang Dampaldan sawah Klorak hanya untuk orang Kloak saja. Dan karena penduduk Tridi jumlahnya agak banyak tidak semuanya mendapatkan sawah. Pada tanggal 17 Agustus 1945 Bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaan di Jakarta oleh Soekarta dan Moh Hatta. Maka Desa dempelrejo tidak mau ketinggalan juga, maka kepemimpinan Singorejo yang memjabat pada masa kolonialisme Belanda dijatuhkan. Dan pada tahun itu juga diadakan pergantian Kepala Desa. Yang terpilih menjadi Kepala Desa adalah Kastubi ( putra Mas Agus, cucu Mbah Ishak ). Pada tahun 1948 Belanda datang lagi membonceng NICCA, kepemimpinan Kastubi yang dianggap pro Republik oleh Belanda mulai dirong – rong. Pada tahun 1949 Kimin dan Karsim anak buah Kepala desa Kastubi ditangkap di Semarang karena dituduh melakukan maker ( dengan menyerbu Belanda di Karang Anyar semarang ) Dengan dalih melakukan penyerbuan Belanda di Karang Anyar Semarang, maka Kepala Desa Kastubi dicopot dari jabatannya pada tahun 1949. Maka Belanda menetapkan Singorejountuk menjadi Kepala Desa lagi. Kastubi ditahan di Kaloran Temanggung. Dia dipaksa menjadi anggota KNIL. Setelah Belanda mengalami kekalahan dan kembali ke Negara asalnya maka Kastubi kembali lagi ke Dempelrero, akhirnya menikah dengan orang Banyuurip dan menetap di Banyuurip sampai akhir hayatnya. Pada masa kepemimpinan Singorejo diadakan penertiban administrasi dibidangn pertanahan. Tepatnya pada tahun 1954 diadakan klaser pertanahan dan akhirnya dibukukan dalam buku C Desa lama pada tahun 1960. Dan pada tahun itu juga Kepala Desa Singorejo mengalami sakit dan akhirnya meninggal dunia dan dimakamkan di pemakaman umum desa Klorak. Pada tahun 1960 terjadi kevakuman masa kepemimpinan di Desa Dempelrerjo. Untukmenjaga kestabilan dan keamanan di wilayah Desa Dempelrejo maka tahun tahun itu juga diadakan pemilihan Kepala Desa yang diikuti oleh tiga kontestan, yaitu Sanusi, Muso, dan Kaman. Dari penghitungan suara dimenangkan oleh Sanusi kontestan dari Tridi. Kepala Desa Sanusi tidak bertahan lama hanya 6 tahun , karena pada tahun 1966 terjadi pergolakan politik yang sangat hebat dan diawali dengan meletusnya GESTAPU ( Gerakan September Tiga Puluh ) atau yang dikenal dengan nama G30S/PKI. Maka dengan meletusnya G30S/PKI maka terjadi pergolakan politik yang sangat hebat. Pemerintahan orde lama dianggap gagal menjalankan pemerintahan di Indonesia. Maka banyak pemuda dari Desa Dempelrejo yang ikutn berunjuk rasa di Semarang tergabung dalam KAPI dan KAMI untuk menjatuhkan kepemimpinan orde lama. Ternyata tidak hanya di Semarang atau di Jakarta terjadi pergolakan politik untuk menjatuhkan kepemimpinan Orde Lama. Setelah Orde Lama jatuh, tidak ketinggalan pula di Desa ini terjadi pergolakan untuk mengganti Kepala Desa hanya karena Kepala Desa Sanusi adalah hasil pemilihan Kepala Desa pada Masa Orde Lama. Maka pada tahun 1966 diadakan pemilihan Kepala Desa lagi yang diikuti 3 orang peserta yaitu Carik Sutomo, Kamsin ( H. Zaenal Abidin ) dan Parman. Dalam pemilihan ini dimenangkan oleh Sutomo bin Sastroluwi. Sutomo sendiri adalah pendatang dari Desa Banyuurip yang memperistri Sudarsih ( putrid dari Kades Singorejo bin Sudiro ) jadi Sutomo ini adalah menantu dari Kades Singorejo. Pada masa kepemimpinan Kepala Desa Sanusi terdapat kemajuan yang sanggat berarti yaitu membangun kantor Kepala Dsa di Tridi. ( hingga sekarang Kantor Kepala Desa menempati di Tridi ). Dengan terpilihnya Kepala Desa Sutomo maka pucuk pimpinan Desa ini kembali ke Klorak lagi. Kepala Desa Sutomo, semasa hidupnya menempati rumah mantan Kades ( Singorejo alm ). Yang juga ayah mertuanya hingga sampai akhir hayatnya. Pada masa kepemimpinan Kades Sutomo baru pertama kali dibangun Mushola di Dusun Klorak yang sekarang ini berdiri masjid “ Baitul Mutaqin “. Pada masa kepemimpinannya Kepala Desa Sutomo didampingi Carik H.Kamsin ( H.Zaenal Abidin ). Pada tahun 1976 Kepala Desa Sutomo meninggal dunia dan disarekan disarean Banyuurip. Maka sejak meninggalnya Kades Sutomo terdapat kevakuman pemerintahan Desa . Jabatan Kades dijabat oleh Ymt Kepala Desa Sudarto, jabatan ini dipegang sampai tahun 1979. Pada tahun 1979 diadakan pemilihan Kepala Desa lagi yang juga diikuti oleh 3 orang peserta yaitu : Soejoyo, Darun Karsadi dan Paimo. Kandidat Paimo tidak lulus dalam seleksi Kepala Desa, yang lulus Sujoyo dan Darun Karsadi, Dari hasil perhitungan suara kemenangan diraih oleh Sujoyo. Jabatan Kepala Desa diboyong kembali ke Dusun Klorak. Pada masa pemerintahan Kades Sujoyo ini , pemerintah Orde Baru sedang giat – giatnya melakukan pembangunan di segala bidang kehidupan sesuai dengan tujuan Repelita ( Rencana Pembangunan Lima Tahun dan RPJP Rencana Pembangunan Jangka Panjang ). Begitu juga di Desa Dempelrejo ini, giat sekali melakukan pembangunan. Selain dana dari pussat, daerah jagu digali , juga dana dari masyarakat . Melalui program Kepala Desa dan LMD bersepakat untuk menggali dana guna menunjang pembangunan maka ditetapkan swadaya masyarakat jumlahnya sama dengan jumlah pajak bumi dan bangunan yang harus di bayar dan pembayarannya sama dengan PBB. Dana Swadaya tersebut digunakan untuk percepatan pembangunan di desa guna percepatan laju perkembangan ekonomi di Desa Dempelrejo. Pada tahun1980, dengan berlakunya UU No. 5 tahun 1979 maka dibentuklah RT dan RW sebagai kesatuan wilayah di bawah desa. Pada masa – masa ini di Desa banyak sekali kerawanan. Mulai pencurian dan perampokan, maka sejak saat itulah digiatkan ronda malam. Pada tahun ini mulai terbentuk hansip dan hanra. Pada tahun ini pula pemerintah sangat memperhatikan sekali nasib para petani. Petani diberi bantuan modal dan pupuk melalui BIMAS. Namun karena kurangnya kesadaran dan tanggung jawab petani, kredit yang disalurkan melalui BIMAS mengalami kemacetan. Kiswanto sendiri adalah generasi / keturunan ketiga ( cucu ) dari Kastubi dan keturunan dari Ishak. Sejak menjabat Kepala Desa Dempelrejo , Kades Kiswanto yang bersahaja dan berwawasan jauh kedepan, mulai melakukan penataan dibidang ekonomi masyarakat melalui peningkatan dibidang pertanian. Sebuah langkah yang fundamental dan patut diacungi jempol adalah melakukan pompanisasi dan dibentuk kelompok tani , adalah langkah dan pemikiran yang sangat maju karena pada waktu itu Desa Dempelrejo yang pertama kali menerapkan Pompanisasi dengan cara di setiap kelompok tani diberikan penyedot air, dari sungai penut. Berkat adanya pompanisasi ini , Desa Dempelrejo bisa tanam padi lebih awal dari Desa lain. Kalau dulu sebelum ada pompanisasi desa ini belum bisa tanam kalau desa Sudipayung dan Ngampel Kulon belum tanam, karena menunggu giliran air dari Sudipayung. Tapi kita sekarang bisa tanam padi dengan hasil panen lebih dari 100%. Kalau pada tahun – tahun sebelumnya dalam 1 hektar petani hanya bisa memanen 1 ton gabah tapi setelah diadakan pompanisasi , dengan areal yang sama bisa memanen padi sepuluh kali lipatnya yaitu 10 ton. Desa DEmpelrejo dalam satu tahunnya bisa melakukan tiga kali masa tanam yaitu padi, palawija, tembakau ). Tidak hanya sampai disitu , berkat kegigihan , keuletan dan hoby yang sangat besar dibidang pertanian ,Kades Kiswanto selalu melakukan experiment – experiment dibidang pertanian. Pada tahun 1993 sebuah gebrakan dari semua experiment – experiment yang telah dilakukan, maka hektaran sawah upahnya ditanami semangka, semula rakyat / masyarakat menganggap ini adalah langkah yang nyeleneh dan mengada – ada . Anggapan masyarakat kalau sawah ini tidak bisa ditanami semangka. Anggapan masyarakat ternyata melenceng 180 derajat , karena pada bulan Oktober / November semangka yang ditanam Pak Kades Kiswanto tidak tanggung – tanggung yang ikut memanen semangka adalah Bapak Bupati Kenadl bersama kepala Dinas Pertanian. Masyarakat luar Desa pun banyak yang melihat keberhasilan Kades Kiswanto dalam hal pertanian. Mereka semua acung jempol. Pada tahun1998 jabatan Kades Kiswanto berakhir , dan pada tahun 1999 diadakan pemilihan kades lagi. Mantan Kades Kiswanto mencalonkan diri lagi bersama dua orng rivalnya Sujari dan Supari. Ketiga calon Kades tersebut berasal dari Dusun Tridi. Dan pada penghitungan suara dimenangkan oleh Kiswanto lagi. Maka Kiswanto menjabat lagi sebagai Kepala Desa untuk kedua kalinya sampai saat ini Kades Kiswanto masih suka berexperimen dibidang pertanian, Kita hanya bisa menunggu hasilnya. Selamat berexperimen semoga hasilnya berdaya guna di masyarakat Desa Dempelrejo. Selanjutnya pada tanggal 14 Agustus 2007 jabatan Kepala Desa Dempelrejo berakhir, dan pada tahun itu juga diadakan Pemilihan Kepala Desa yg diikuti oleh 2 ( dua ) calon Kepala Desa, yaitu Ibu Siti Umayah dan Bapak Samsari . dan dlm perhitungan suara dimenangkan oleh Bapak Samsari. Pada Pemerintahan Bapak Kepala Desa Samsari yakni tahun 2008 Desa Demperlrejo mendapat anugrah karena masuk dalam daftar Desa PPIP ( Program Pembangunan Infrastruktur Pedesaan ) mendapat bantuan dana Rp.250.000.000 ( Dua ratus lima puluh juta rupiah ) digunakan untuk pembangunan Betonisasi, Gorong-gorong plat, gorong-gorong cincin didusun Tridi, Pavingisasi di Dusun Dampal dan Klorak. Pada Tahun 2010 diadakan Renovasi Gedung dan Kantor Balai Desa dan pada tahun ini pula masuk Desa Berkembang dan mendapat bantuan Rp.100.000.000 ( Seratus juta rupiah ) dari Gubernur Jawa Tengah dalam program “ Bali Desa Mbangun Desa “ Pada tanggal 26 Agustus 2013 terjadi Pemilihan Kepala Desa dempelrejo yang di ikuti 3 Calon Kepala desa yaitu No 1 Ibu Umayah dengan tanda gambar Padi , No 2 Bapak Suratman dengan tanda gambar Jagung , dan no 3 Bapak Sunaryo dengan tanda gambar ketela. Dan dalam Pemilihan Kepala Desa Kali ini Dimenangkan oleh Bapak suratman dan Nomor 2 Ibu umayah dan no 3 Bapak sunaryo. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Jabatan Kades Dempelrejo mulai 1918 – Sekarang
|