Berdasarkan tutur tinular yang berupa penggalan-penggalan sejarah yang diceritakan oleh para sesepuh desa, berhasil dirangkai sebuah rangkaian cerita sejarah terkait dengan asal mulanya dan berdirinya desa dalam sebuah rangkaian bahasa tutur. Sesungguhnyalah sejarah desa tidak dapat dipisahkan dengan cerita babad tanah Kendal maupun sejarah perjuangan nasional Indonesia karena di dalamnya memuat berbagai bentuk perlawanan rakyat terhadap keberadaan penjajah di Indonesia.
Semenjak meninggalnya Sri Sultan Hamengkubuono pertama, Raden Eko Paksi selalu teringat pesan kanjeng Sri Sultan Pertama untuk menyebarkan agama dan membuka kampung baru, tetapi sudah berpuluh tahun kanjeng Sri meninggal beliau tidak bisa melaksanakan amanah itu karena mengalami cacat kaki dan mata, beliau hanya bisa memperjuangkan agamanya di pesantreannya saja. "(Desa Segoro Yoso Bantur)".
Ditengah-tengah beliau mengalami ke bimbangan tentang wasiat sang guru muncullah seorang pangeran pati dari kerajaan Jogyakarta yang bermaksud untuk mendalami ilmu agama dan ilmu nelayan di pesantren mil sampean dalam engkang sinuwun. "Raden Eko paksi atau kiyai walikat, tetapi sebelum raden pati itu datang beliau kyai walikat rnendapatkan perlambang dari Allah. Suatu kata-kata mutiara yang berbunyi "Tan Sarxiar Pamore-soksmo sinotmoyo ing nasepi sinempen telenge kal bu pumbukane warono tarlen sangking liyep-layape ngaluyup pindo pecateng sumu supeng supeno roso jati" yang intinya akan datang suatu santri yang bisa memegang tongkat estafet penyambung Iidah penerus sejarah Sang guru.
Dia adalah kyi Ageng Mataram yang menjadi sesepuh dan pepunden rakyat Limbangan, setelah beliau berguru di batul merasa cukup beliau di suruh sang guru kyai walikat untuk "topo ngayurn wono" sambil menyebarkan agama kearah utara dan jangan sekali-kali berhenti sebelum melewati gunung besar tiga yaitu : gunung merapi, gunung andong dan gunung setoyo him / telomoyo, pendek kata beliau mendirikan pesantren di bawah gunung medini dan disitu beliau menerima seorang santri pertama yang bernama, Suhadak, dan santri suhadak itu setelah menjadi alim dia disuruh sang guru untuk menyebarkan agama dengan syarat
(1) Mata tertutup,
(2) tidak bernafas,
(3) Harus berterbang, dan boleh menyebarkan agama apabila ditempat itu tercium bau harum bunga tunjum atau bunga suko dan sewaktu beliau tidak tahan menantan nafasnya seraya beliau menghembuskan nafas dan terjatuh dialam musha hadah, alam nyata dan tiba-tiba beliau terkejut karena mencium bau bunga tunjum dan beliau bermukim di tempat itu sekian lama beliau bermukin ditempat itu, beliau pulang ke pesantrennya memberikan kabar gembira kepada sang guru, karena usahanya telah berhasil demi takdim-nya murid kepada guru ky Suhadak itu terjadi memberikan wewenang sepenuhnya kepada sang guru untuk memberikan nama daerah itu tetapi sang guru (kyai Ageng Limbangan) berlaku bijaksana kepada suhadak untuk memberikan nama desa itu supaya anak-cucu besuk bisa menghormati hasil karya nenek moyangnya, tetapi santri itu bersih keras tidak mau pada kesempatan ini ky Agem Limbangan memberi kebijaksanaan dengan kata-kata `yen kalamun toh tumpak'e mongso kolo wrekso iki kuncoro Ian anduweni asmokurdo mongko ingsun sajugo siro sajugo" dengan maksud apa bila besuk hutan ini menjadi kampung yang terkenal dan mempunyai dua nama maka yang membuat itu aku satu kamu satu dan kyai Suhadak di beri wewenang pertama sebutan 'Purwo" yang maksudnya permulaan dia bertempat dan sang guru memberikan nama "ghondo" yang bermaksud ditempat itu dia mencium bau bunga tunjum dan sampai sekarang tempat itu di beri nama "Purwo Ghondo".
Sampai sekarang masyarakat hidup di desa itu "ayem tentrem karto raharjo sing adoh tumelu sing cepak lumaket" semoga clad cerita singkat ini bisa menumbuhkan rasa semangat untuk meneruskan perjuangan beliau dan semoga Allah dan Rosulnya juga para wali-wali khususnya setanah Jawo, Sundo dan tanah Madura tidak ke tinggalan pula mbah Suhadak bisa memberikan hidayah, syafaat dan barokah untuk kita semua pada umumnya dan masyarakat Purwogondo pada khususnya~ dan tidak ketinggalan pula kepada beliau bapak Kades sebagai song-song Agung eng telatah Purwogondo amin .